"tunggal siro klawan Alloh,ugo dunyo ugo akhir,yo rumongsono Pengeran,yo Alloh ono nireki"--Apakah sejatinya hidup?Untuk apa kita hidup?Darimana asal hidup?Kenapa kita mati?Kemanakah setelah kita mati?Apakah sejatinya sholat?Untuk apa kita sholat?Siapakah yang bersama kita waktu sholat?
Sugeng rawuh sedoyo pamiyarso kang sampun mlebet ning jagat alit nireki

Jumat, 25 Maret 2011

Tabiat Manusia Berdasar Weton

Minggu Kliwon.
Teguh pendirian,lurus pikirannya,adil perimbangnya.Dalam lingkungkannya terpandang sebagai seorang yang lebih tua,walaupun usianya mungkin masih lebih muda daripada mereka yang lain.

Senin Legi.
-Pria:pikirannya pendek dan hatinya kurang jujur.
-Wanita:tabiatnya tergolong netral.
Dalam pergaulan hidup cukup akrab dengan teman-teman dan lainnya.

Selasa Pahing.
-Pria:tidak bersahaja pikirannya,banyak tingkahnya yang kurang patut.
-Wanita:tutur katanya suka melampaui batas,berani terhadap lelaki/suami,kurang baik hatinya.

Rabu Pon.
Mampu mencari rizki sendiri,rajin dalam pekerjaan,jujur dan baik hati.

Kamis Wage.
Dalam diam,akal pikirannya terus bekerja.merancang,menilai dan menimbang dengan seksama.Apabila sekali mendengarkan suara,tutur katanya dapat mengenai sasaran.Cekatan dan cukup tangkas menghadapi kesulitan dan bahaya.

Jum'at kliwon.
Lelaki:Kurang suka berbicara bila rasanya tidak perlu benar.Kurang lincah dalam pergaulan.
Wanita:Tutur kata dan perilaku semaunya dan terlalu berani terhadap lelaki.Sabtu Legi.
Mudah marah,pandai mencari rizki,berbakat kaya bila,pemurah atau dermawan.

Minggu Pahing.
Cerdik,lincah dan tangkas tapi sayang egoismenya terlalu tinggi dan sombong.

Minggu Pon.
Lincah dan cekatan dalam mencari nafkah.pandai menyesuaikan diri dengan alam lingkungannya,pandai pula mengenakkan hati orang.Tutur cakapnya halus menarik hati.

Senin Wage.
Lelaki:Tidak ramah sikap maupun ucapannya.tidak suka mendengar nasehat serta tidak dapat menghargai budi kebaikan dan pertolongan orang.
Wanita:Baik,gemar menabung dan tingkah lakunya sangat bagus dalam pergaulan.

Selasa Kliwon.
Pikirannya hidup,lincah dan pandai mmenyesuaikan diri dalam pergaulan,tapi hatinya kurang jujur dan suka selingkuh.

Rabu Legi.
Luas pikirannya tetapi tidak mau ditandingi atau dikalahkan,jika tidak enak hati suka maelampiaskan ke orang lain.

Kamis Pahing.
Rajin bekerja,sering dijadikan panutan orang.Sifat dasarnya pendiam.

Jum'at Pon.
Rajin dalam segala pekerjaan yang menjadi beban kewajibannya,lincah dan tidak mau duduk diam,pintar mencari rizki tapi terkadang suka ingkar janji.

Sabtu Wage.
Besar kemauannya,teguh dalam pendirian dan tegas dalam bersikap.

Minggu Kliwon.
Pendiam tetapi sekali barbicara mengandung makna penuh arti.pandai dan halus budi pekertinya.

Senin Legi.
Kaku dan kurang lincah dalam pergaulan atau lingkungan tapi banyak akal dan jernih pikirannya.

Selasa Pahing.
Cerdas,kuat daya pikirannya,tetapi tak suka melihat orang lain melebihi dirinya.Suka sekali terhadap pujian dan sanjungan.

Rabu Pon.
Pendiam,hemat dalam hidupnya tapi sombong dalam berpikir dan suka merasa dirinya melebihi orang lain.

Kamis Wage.
Lincah,ramah sikap,tingkah dan tutur bicaranya.Banyak bicara tapi serba dengan pertimbangan baik buruknya.Suka menolong terhadap sesam yang membutuhkan.

Jum'at Kliwon.
Walaupun bodoh tapi suka berlagak pandai.pelupa tapi rajin dalam bekerja.

Sabtu Legi.
Kurang berkembang akal pikirannya,tapi disukai banyak orang.Senang berfoya-foya dalam hidupnya dan suka memamerkan apa yang dimilikinya ke orang lain.

Minggu Pahing.
Serakah,suka menjelekkan orang lain.senang mengadu domba orang yang tidak sepaham dengannya tapi sangat rajin dalam bekerja.

Senin Pon.
Sering mengambil keputusan/tindakan yang terburu-buru.gampang larut dalam suasana disekitarnya dan gampang percaya sama omongan orang meski bari dia kenal.

Selasa Wage.
Cukup berkembang akal pikirannya,rajin menghadapi segala pekerjaan yang menjadi tugasnya tapi terlalu berani dan kadang melakukan tindakan yang melebihi kemampuannya.

Rabu Kliwon.
Akal pikirannya kurang berkembang,tetapi giat bekerja dan suka membantu teman.

Kamis Legi.
Buntu pikirannya,suka menyendiri.Gampang putus asa dan kurang percaya diri tapi cekatan bila disuruh membantu orang.

Jum'at Pahing.
Lincah dan pandai mencari rizki,hemat dan suka menabung lembut dalam tutur kata tapi gampang terabawa emosi.

Sabtu Pon.
Mudah percaya pada tutur kata orang,gampang terkena bujuk rayu tapi rajin dalam bekerja.

Minggu Wage.
Kaku dan keras hati.kuat dalam pendirian dan keputusan yang dia buat.pantang mundur tapi kurang dalam pertimbangan sehingga sering berakibat buruk pada dia sendiri.

Senin Kliwon.
Suka memfitnah orang yang tidak dia sukai.senang mengumbar omongan yang terkadang tidak benar tapi sangat penolong terhadap mereka yang sepaham dengannya.

Selasa Legi.
Sederhana dalam hidupnya,meski bergelimang harta,suka menolong sesama.cerdas dan di sukai orang banyak.

Rabu Pahing.
Pendiam,hemat,jujur dan rajin bekerja.lebih mengutamakan kebersamaan dan sering dijadikan panutan orang dimanapun dia tinggal.

Kamis Pon.
Pikirannya hidup dan penuh ide-ide kreatif.tapi bila tidak suka sama orang tak segan menjelek-jelekan orang itu didepan umum.

Jum'at Wage.
Pelupa tapi rajin dan pintar dalam mendayagunakan kemampuannya.hatinya kadang kadang kaku dan mudah marah.
Selengkapnya...

Rabu, 23 Maret 2011

Takut Kepada Alloh

Takut Kepada Alloh

Demi Alloh,seandaianya Dia tidak menciptakan surga dan neraka,aku tetap berharap dan takut kepadaNya.Aku takut bukan karena ancaman siksa nerakaNya dan aku taat bukan karena janji surgaNya.

Wahai sedulurku,tunduklah engkau kepada Alloh demi mencari berkah dan ridhoNya.Taatlah kepada Alloh dengan melaksanakan perintahNya.Takutlah kepada Alloh dengan menjauhi semua laranganNya.Bersabarlah dalam menerima takdirNya.Menangis dan bertaubatlah engkau dihadapanNya.Rendahkan dirimu dengan tetesan air mata,sebab mata yang menangis karena Alloh kelak tidak tersentuh api neraka.Karenanya,menangislah mengharap ridho dan ampunanNya.Tangisan yang benar-benar bermanfa'at bagimu.
Wahai sedulurku,mengapa engkau memper_Tuhan_kan dirimu sendiri?Mengapa engkau melebih-lebihkan kepandaianmu dihadapanNya.Mengapa engkau melaksanakan sesuatu yang bukan perintahNya.Bahkan engkau suka bergaul dengan mereka yang jelas musuh-musuh Alloh.

Wahai sedulurku,mengapa jika takdir,keputusan dan kepastian Alloh yang datang kepadamu membuatmu terkadang merasa terasing,jatuh dan berusaha menolak serta lari menghindari kehendaNya.Buktikan rasa berserah diri kepadaNya,karena hal itu lebih pantas kau lakukan dan jelas manfa'atnya untukmu.

Jika sedulur merasa tenteram dalam menghadapi berbagai macam kebaikanNya,maka teguhkanlah hatimu kepadaNya.Sebab sesuatu yang telah dianugerahkanNya kepadamu tidak akan terulang kembali.Bila Alloh memilih hambaNya untuk menjadi baik,maka Dia menginginkan hambaNya dekat kepadaNya.

Wahai sedulurku,takutlah kepada Alloh baik lahir dan batin sebab hal itu merupakan salah satu sifat orang mukmin.Karena dengan takut kepadaNya akan mendorongmu untuk meningkatkan amal ibadah.Akan timbul perasaan dalam jiwamu selalu diawasi oleh Alloh.Jika telah merasa diawasi oleh Alloh,tentu engkau tidak akan berani berbuat sekehendak nafsumu,"sak_enak_e udhelmu dewe"!!Takut kepada Alloh akan membuat orang zuhud dan merasa segala tingkah laku dan perbuatannya selalu diawasi olehNya.Takut kepada Alloh mendorong seseorang untuk lebih dalam mengenal Alloh,asma dan sifat-sifatnya.Orang yang takut kepada Alloh adalah yang telah ber_makrifat kepadaNya dan mengenal "dirinya"sendiri.

Wahai sedulurku,orang yang sempurna dalam kemanusiannya adalah orang-orang yang beribadah bukan untuk apapun melainkan karena Alloh dan mengharap ridhoNya.Janganlah engkau butakan mata hatimu dan jangan kau kotori pikiranmu dengan kemunafikan dan keangkuhan,sehingga apa yang engkau miliki hanya bayangan semu dan kosong.

Wahai sedulurku,bersabarlah terhadap hantaman hawa nafsu syetan terkutuk,karena dengan takut sama Alloh tak akan ada ruang untuk syetan dalam dirimu.
Selengkapnya...

Selasa, 22 Maret 2011

Aku Hanya Ingin Berbagi

Aku tak bermaksud menggurui,
Aku hanya ingin berbagi..
Semua hanya titipan ALLOH,termasuk Ilmu..
Aku tak bermaksud mendikte,
Aku hanya ingin bersama mengkaji..
Jiwa maha luas,dunia hanya sebesar debu..
Mengenal Diri adalah Ilmu Sejati..
"Sebaik-baik orang adalah yang menghargai Diri dan lainnya"
Semoga blog ini bisa menjadikan kita semua "Seduluran Selawase"..
Amin Ya Rabbal Alamin
"LAILLAHAILLALLOHU MUHAMMADARROSULLOH" Selengkapnya...

Minggu, 20 Maret 2011

Kidung Rumekso Ing Wengi


Sebuah do'a dalam bahasa jawa yang di susun Kanjeng Sunan Kalijaga,dimana bagi yang membaca dengan ikhlas,konsentrasi dan sungguh "krono Alloh",akan mendapat kelebihan,lebih peka dalam merasakan bahkan bisa melihat alam ghoib,
dan ini bukan isapan jempol belaka,saya sendiri sampai sekarang masih mengamalkan rutin sehabis subuh dan maghrib(Insya Alloh),
Alkhamdulillah semua urusan saya jadi lebih ringan,segala macam gangguan dan rintangan hidup dapat saya atasi,tentunya semua itu semata-mata hanya "Krono Gusti Alloh",,semua yang menentukan hanya Alloh Ya Malik,,kidung,do'a hanyalah perantara..
Ada pengalaman dari salah satu sahabat setelah mengamalkan amalan ini dia lebih sensitif,dan pernah dalam sholatnya dia merasa di dampingi sama orang berjubah putih,Allohu Akbar..kemudian dia bertanya sama sanya,siapakah Beliau dan kenapa setelah mengamalkan Kidung itu saya jadi lebih peka..?
saya mencoba menjawab pertanyaan sahabat,ketahuilah wahai "sedulurku",,dia adalah yang "momong" Kidung sejak Kanjeng Sunan wangsul dumateng nggriyanipun Gusti Alloh" sampai sekarang dan kidung menyambung tali antara kau dan Beliau..,jangan takut dan setiap pengamal Kidung pasti mengalami hal yang sama seperti kamu,
jika dirimu bisa lebih dalam menyelami makna Kidung dan Istiqomah dalam mengamalkannya,Insya Alloh kamu dapat bertemu Beliau,,,
saya sudah bertemu dengan Beliau,tapi itu cuman sekali dan Beliau memberi tahu saya "kidung koyok blarak,Guru mung pituduh,dudu panggonan ngunduh,sinuwun marang siro dewe,yow kuwi kang diarani Ilmu Sejati,weruh sopo Sejatine Siro..."
Alkhamdulillah sahabat-sahabat yang sudah mengamalkan Kidung ini jadi lebih tenang dan Istiqomah dalam sholatnya.....Allohu Akbar...Amin Ya Rabbalalamin...

Ana kidung rumekso ing wengi
Teguh hayu luputa ing lara
luputa bilahi kabeh
jim setan datan purun
paneluhan tan ana wani
niwah panggawe ala
gunaning wong luput
geni atemahan tirta
maling adoh tan ana ngarah ing mami
guna duduk pan sirno

Sakehing lara pan samya bali
Sakeh ngama pan sami mirunda
Welas asih pandulune
Sakehing braja luput
Kadi kapuk tibaning wesi
Sakehing wisa tawa
Sato galak tutut
Kayu aeng lemah sangar
Songing landhak guwaning
Wong lemah miring
Myang pakiponing merak

Pagupakaning warak sakalir
Nadyan arca myang segara asat
Temahan rahayu kabeh
Apan sarira ayu
Ingideran kang widadari
Rineksa malaekat
Lan sagung pra rasul
Pinayungan ing Hyang Suksma
Ati Adam utekku baginda Esis
Pangucapku ya Musa

Napasku nabi Ngisa linuwih
Nabi Yakup pamiryarsaningwang
Dawud suwaraku mangke
Nabi brahim nyawaku
Nabi Sleman kasekten mami
Nabi Yusuf rupeng wang
Edris ing rambutku
Baginda Ngali kuliting wang
Abubakar getih daging Ngumar singgih
Balung baginda ngusman

Sumsumingsun Patimah linuwih
Siti aminah bayuning angga
Ayup ing ususku mangke
Nabi Nuh ing jejantung
Nabi Yunus ing otot mami
Netraku ya Muhamad
Pamuluku Rasul
Pinayungan Adam Kawa
Sampun pepak sakathahe para nabi
Dadya sarira tunggal


Terjemahan dalam bahasa indonesia:

Ada kidung rumekso ing wengi. Yang menjadikan kuat selamat terbebas
dari semua penyakit. Terbebas dari segala petaka. Jin dan setanpun
tidak mau. Segala jenis sihir tidak berani. Apalagi perbuatan jahat.
guna-guna tersingkir. Api menjadi air. Pencuripun menjauh dariku.
Segala bahaya akan lenyap.

Semua penyakit pulang ketempat asalnya. Semua hama menyingkir dengan pandangan kasih. Semua senjata tidak mengena. Bagaikan kapuk jatuh dibesi. Segenap racun menjadi tawar. Binatang buas menjadi jinak. Pohon ajaib, tanah angker, lubang landak, gua orang, tanah miring dan sarang merak.

Kandangnya semua badak. Meski batu dan laut mengering. Pada akhirnya semua slamat. Sebab badannya selamat dikelilingi oleh bidadari, yang dijaga oleh malaikat, dan semua rasul dalam lindungan Tuhan. Hatiku Adam dan otakku nabi Sis. Ucapanku adalah nabi Musa.

Nafasku nabi Isa yang teramat mulia. Nabi Yakup pendenganranku. Nabi Daud menjadi suaraku. Nabi Ibrahim sebagai nyawaku. Nabi sulaiman
menjadi kesaktianku. Nabi Yusuf menjadi rupaku. Nabi Idris menjadi
rupaku. Ali sebagai kulitku. Abubakar darahku dan Umar dagingku.
Sedangkan Usman sebagai tulangku.

Sumsumku adalah Fatimah yang amat mulia. Siti fatimah sebagai
kekuatan badanku. Nanti nabi Ayub ada didalam ususku. Nabi Nuh
didalam jantungku. Nabi Yunus didalam otakku. Mataku ialah Nabi
Muhamad. Air mukaku rasul dalam lindungan Adam dan Hawa. Maka
lengkaplah semua rasul, yang menjadi satu badan.
Selengkapnya...

Wirid Wolung Pangkat

WIRID WOLUNG PANGKAT #1
Kepercayaan Jawa yang asli menyatakan bahwa Dzat Tuhan yang disebut dengan Sang Hyang Wenang (Sang Hyang Wisesa, Sang Hyang Widdhiwasa, Hyang Agung) adalah “tan kena kinayangapa” artinya tidak bisa dibayangkan dengan akal, rasa, dan daya spiritual manusia. Namun ada dan menciptakan jagad seisinya dari antiga (telur, wiji/benih) di alam suwung. Penciptaannya dengan meremas (membanting) antiga tersebut hingga tercipta tiga hal :
Langit dan bumi (alam semesta).
Teja dan cahya, teja merupakan cahaya yang tidak bisa diindera sedangkan cahya merupakan cahaya yang bisa diindera.
Manikmaya, yaitu “Dzat Urip” atau “Sejatining Urip” (Kesejatian Hidup, Suksma, Roh).
Ketiganya masing-masing merupakan derivate (turunan, emanasi, pancaran, tajali, titah) Tuhan. Melingkupi seluruh semesta yang tiada batas ini.
Menurut Kejawen (Mitologi Jawa), maka seluruh semesta seisinya adalah ciptaan Sang Hyang Wisesa di dalam haribaan-Nya sendiri. Artinya, Tuhan murba wasesa (melingkupi dan memuat serta menguasai dan mengatur) seluruh semesta yang luasnya tiada batas dan seluruh isinya.
Di dalam kesemestaan tersebut ada materi (bumi dan langit), ada sinar dan medan kosmis (teja dan cahya), dan ada Dzat Urip (Manikmaya, Sejatining Urip, Kesejatian Hidup) sebagai derivate (emanasi, pancaran, tajali) Dzat Tuhan.
Dalam Kejawen, Dzat Tuhan “tan kena kinayangapa”, yang mampu dihampiri akal, rasa dan daya sepiritual (kebatinan) adalah Dzat Urip, yang kemudian disebut : Pangeran, Gusti, atau Ingsun. Keterangan tentang hal itu bisa disimak lewat wejangan pertama dalam “wirid wolung pangkat ” sebagai berikut :
Wejangan pituduh wahananing Pangeran :
Sajatine ora ana apa-apa, awit duk maksih awang-uwung durung ana sawiji-wiji, kang ana dhihin iku Ingsun, ora ana Pangeran anging Ingsun sajatining kang urip luwih suci, anartani warna, aran, lan pakartining-Sun (dzat, sipat, asma, afngal).
Terjemahan dalam bahasa Indonesia :
Ajaran petunjuk keberadaan Pangeran (Dzat Urip) :
Sesungguhnya tidak ada apa-apa, sejak masih awang-uwung (suwung, alam hampa) belum ada suatu apapun, yang ada pertama kali adalah Ingsun, tidak ada Pangeran kecuali Aku (Ingsun) sejatinya hidup yang lebih suci, mewakili pancaran dzat, sifat, asma dan afngal-Ku (Ingsun).
Selanjutnya, marilah kita renungkan kesemestaan yang ada. Maka sungguh Maha Sempurna Tuhan yang telah menciptakan semesta ini. Luasnya tiada terhingga dan semuanya teratur, selaras, dan sempurna. Disebut dalam mitologi Jawa, bahwa semesta tercipta dalam keadaan hayu (elok, indah, selaras dan sempurna).
Dalam tata semesta yang hayu tadi, bisa kita sadari kalau planet bumi yang kita tempati hanya bagian yang sangat kecil dari kesemestaan alam ciptaan Tuhan. Manusia hanyalah salah satu titah dumadi (mahluk hidup) yang ditempatkan di planet bumi bersama milyaran titah dumadi lainnya. Semua titah dumadi disemayami dzat urip sebagai derivate dzat Tuhan. Kiranya bisa disimak wejangan kedua “wirid 8 pangkat Kejawen” sebagai berikut :
Wejangan pambuka kahananing Pangeran :
Satuhune Ingsun Pangeran Sejati, lan kawasa anitahake sawiji-wiji, dadi ana padha sanalika saka karsa lan pepesthening-Sun, ing kono kanyatahane gumelaring karsa lan pakartining-Sun kang dadi pratandha:
Kang dhihin, Ingsun gumana ing dalem alam awang-uwung kang tanpa wiwitan tanpa wekasan, iya iku alaming-Sun kang maksih piningit.
Kapindho, Ingsun anganakake cahya minangka panuksmaning-Sun dumunung ana ing alam pasenedaning-Sun.
Kaping telu, Ingsun anganakake wawayangan minangka panuksma lan rahsaning-Sun, dumunung ana ing alam pambabaring wiji.
Kaping pat, Ingsun anganakake suksma minangka dadi pratandha kauripaning-Sun, dumunung ana alaming herah.
Kaping lima, Ingsun anganakake angen-angen kang uga dadi warnaning-Sun ana ing sajerone alam kang lagi kena kaupamakake.
Kaping enem, Ingsun anganakake budi kang minangka kanyatahan pencaring angen-angen kang dumunung ana ing sajerone alaming badan alus.
Kaping pitu, Ingsun anggelar warana (tabir) kang minangka kakandhangan paserenaning-Sun. Kasebut nem prakara ing ndhuwur mau tumitah ing donya, yaiku
Sajatining Manungsa.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia :
Ajaran membuka pemahaman keadaan Pangeran :
Sesungguhnya Aku adalah Pangeran Sejati, dan berkuasa menitahkan sesuatu, menjadi ada dengan seketika karena kehendak dan takdir-Ku, disitu kenyataan tergelarnya kehendak dan titah (pakarti)-Ku yang menjadi pertandanya :
Yang pertama, Aku berada di alam kehampaan (awang-uwung) yang tiada awal dan tiada akhir, yaitu alam-Ku yang masih tersembunyi.
Yang kedua, Aku mengadakan cahaya sebagai penuksmaan-Ku berada di alam keberadaan-Ku.
Ketiga, Aku mengadakan bayangan sebagai panuksma dan rahsa-Ku, berada di alam terjadinya benih.
Keempat, Aku mengadakan suksma (ruh) sebagai tanda kehidupan-Ku, berada di alam herah (jaringan sel).
Kelima, Aku mengadakan angan-angan yang juga sebagai warna-Ku berada di alam yang baru bisa diumpamakan.
Keenam, Aku mengadakan budi (gerak) yang menjadi kenyataan berpencarnya angan-angan yang berada di dalam alam badan halus (rohani).
Ketujuh, Aku menggelar tabir (hijab) yang sebagai tempat persemayaman-Ku. Tersebut enam perkara diatas tadi tertitahkan di dunia, yaitu Sejatinya Manusia.
Semua “titah dumadi” memiliki kewajiban sebagaimana makna diciptakan. Manusia diciptakan Tuhan dan ditempatkan di planet bumi (bawana/buwana, jw.), maka kewajibannya memayu hayuning bawana (memelihara keselarasan bumi).
WIRID WOLUNG PANGKAT #2
Mitologi Jawa (Kejawen) memberikan suatu tuntunan untuk memahami jatidiri manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang paling tinggi derajatnya dibanding titah dumadi yang lain. Ketinggian derajat tersebut berkaitan dengan operasionalnya Dzat Urip (Kesejatian Hidup) sebagai derivate Dzat Tuhan dalam diri manusia. Artinya, pada manusia diberikan suatu kesadaran akal, rasa dan spirituil untuk lebih memahami dirinya
sebagai titah mulia (dalam Islam disebut kalifah Tuhan di muka bumi). Untuk itu mari kita renungkan wejangan ketiga “Wirid 8 pangkat Kejawen” :
Wejangan gegelaran kahananing Pangeran :
Sajatining manungsa iku rahsaning-Sun, lan Ingsun iki rahsaning manungsa, karana Ingsun anitahake wiji kang cacamboran dadi saka karsa lan panguwasaning-Sun, yaiku sasamaning geni bumi angin lan banyu, Ingsun panjingi limang prakara, yaiku : cahya, cipta, suksma (nyawa), angen-angen lan budi. Iku kang minangka embanan panuksmaning-Sun sumarambah ana ing dalem badaning manungsa.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia :
Ajaran pemahaman tergelarnya keadaan Pangeran :
Sesungguhnya manusia itu rahsa-Ku dan Aku ini rahsanya manusia, karena Aku menitahkan benih cacamboran (campuran berbagai unsur) yang terjadi karena kehendak
dan kuasa-Ku, yaitu berasal dari api tanah angin dan air, Aku resapi lima perkara, yaitu : cahaya, cipta, suksma (nyawa), angan-angan dan budi (gerak). Itulah yang menjadi cangkok (embanan) merasuknya suksma-Ku rata menyeluruh dalam badannya manusia.
Lebih mendalam lagi penjelasan tentang “purba wasesa” (kekuasaan mutlak) Tuhan melalui “derivate”-nya (Dzat Urip) dalam diri manusia sebagaimana disebutkan dalam wejangan keempat, lima, dan enam dari “Wirid 8 pangkat Kejawen” sebagai berikut :
Wejangan keempat :
Wejangan kayektening Pangeran amurba ciptane (nalare) manungsa : Sajatine Ingsun anata palenggahan parameyaning-Sun (baitul makmur) dumunung ana ing sirahing manungsa, kang ana sajroning sirah iku utek, kang gegandhengan ana ing antarane utek iku manik (telenging netra aran pramana), sajroning manik iku cipta (nalar), sajroning cipta iku budi, sajroning budi iku napsu (angen-angen), sajroning napsu iku suksma, sajroning suksma iku rahsa, sajroning rahsa iku Ingsun. Ora ana Pangeran anging Ingsun, Sejatining Urip kang anglimputi sagunging kahanan.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia :
Ajaran kuasanya Pangeran pada akal (cipta, nalar) manusia : Sesungguhnya Aku telah mengatur tempat keramaian-Ku (baitul makmur) berada di dalam kepalanya manusia, yang ada di dalam kepala itu otak, yang berkaitan antara otak itu manik (pusat penglihatan/mata dinamakan pramana), di dalam manik itu akal, di dalam akal itu budi (gerak), di dalam budi itu nafsu (angan-angan), di dalam nafsu itu suksma, di dalam suksma itu rahsa, di dalam rahsa itu Aku. Tidak ada Pangeran kecuali Aku. Sejatinya Hidup yang meliputi seluruh swasana.
Wejangan kelima :
Wejangan kayektening Pangeran amurba rasa pangrasaning manungsa : Sajatine Ingsun anata palenggahan laranganing-Sun (baitul haram) dumunung ana dhadhaning manungsa, ing sajroning dhadha iku ati lan jantung, kang gegandhengan ing antarane ati lan jantung iku rasa pangrasa, ing sajroning rasa pangrasa iku budi, ing sajroning budi iku jinem (angen-angen, napsu), sajroning jinem iku suksma, sajroning suksma iku rahsa, sajroning rahsa iku Ingsun. Ora ana Pangeran anging Ingsun, Sejatining Urip kang anglimputi saguning kahanan.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia :
Ajaran kuasa Pangeran pada perasaannya manusia :
Sesungguhnya Aku telah mengatur tempat larangan-Ku (baitul haram) berada di dadanya manusia, di dalam dada itu hati dan jantung, yang berkaitan di antara hati dan jantung itu rasa perasaan, di dalam rasa perasaan itu budi (gerak), di dalam budi itu jinem (angan-angan, nafsu), di dalam jinem itu suksma, di dalam suksma itu rahsa, di dalam rahsa itu Aku. Tidak ada Pangeran kecuali Aku, Sejatinya Hidup yang meliputi seluruh swasana.
Wejangan keenam :
Wejangan kayektening Pangeran amurba tuwuhing wiji uripe manungsa: Sajatine Ingsun anata palenggahan pasucianing-Sun (baitul kudus) kang dumunung ana kontholing (wadon : baganing) manungsa, kang ana ing sajroning konthol (wadon : baga) iku pringsilan (wadon : purana), kang ana ing antaraning pringsilan (wadon : purana) iku mani (wadon : reta), sajroning mani (wadon : reta) iku madi, sajroning madi iku wadi, sajroning wadi iku manikem, sajroning manikem iku rahsa, sajroning rahsa iku Ingsun. Ora ana Pangeran anging Ingsun, Sajatining Urip kang anglimputi saliring tumitah, jumeneng dadi wiji kang piningit, tumurun mahanani sesotya kang dhingin kahanan kabeh maksih dumunung ana alaming wiji, laju manggon ana alam pambabaring wiji, laju tumurun ana alaming suksma (iya iku rah), laju tumurun ana ing alam kang durung
kahanan (alam kang ingaran upama), laju tumurun marang alam donya (alaming manungsa urip), iya iku sajatine warnaning-Sun.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia :
Ajaran kuasa Pangeran pada terjadinya benih kehidupan manusia :
Sesungguhnya Aku telah mengatur tempat kesucian-Ku (baitul kudus) yang berada di dalam konthol manusia laki-laki (perempuan : baga), yang ada di dalam konthol (perempuan : baga) itu buah pelir (perempuan : purana = indung telur), yang ada di antara buah pelir (perempuan : indung telur) itu mani/sperma (perempuan : reta = sel telur), di dalam mani (perempuan : sel telur) itu madi. Di dalam madi itu wadi, di dalam wadi itu manikem, di dalam manikem itu rahsa, di dalam rahsa itu Aku. Tidak ada Pangeran kecuali Aku, Sejatinya Hidup yang meliputi seluruh titah, berujud benih yang tersembunyi (piningit), turun menjadikan permata (sesotya) yang awal semua suasana masih berada di alam benih, terus bersemayam di alam terjadinya benih, terus turun di alam suksma (yaitu jaringan sel hidup), terus turun di alam yang belum berujud (alam yang disebut upama), terus turun di alam dunia (alamnya manusia hidup), yaitu sesungguhnya warna-Ku.
Wirid 8 Pangkat #3
Renungan kita lanjutkan pada Wejangan ke tujuh dari “Wirid Wolung Pangkat” berikut :
7. Wejangan panetepan santosaning pangandel :
yaiku bubuka-ning kawruh manunggaling kawula-gusti sing amangsit pikukuh anggone bisa angandel (yakin) menawa urip kita pribadi kayektene rinasuk dening dzate Pangeran (Dzat Urip, Sejatining Urip). Pangeran iku ya jumenenge urip kita pribadi sing sejati. Roroning atunggal, sing sinebut ya sing anebut. Dene pangertene utusan iku cahya kita pribadi, karana cahya kita iku dadi panengeraning Pangeran. Dununge mangkene : “Sayekti temen kabeh tumeka marang sira utusaning Pangeran metu saka awakira, mungguh utusan iku nyembadani barang saciptanira, yen angandel yekti antuk sih pangapuraning Pangeran”. Menawa bisa nampa pituduh sing mangkene diarah awas ing panggalih, ya urip kita pribadi iki jumenenging nugraha lan kanugrahan. Nugraha iku gusti, kanugrahan iku kawula. Tunggal tanpa wangenan ana ing badan kita pribadi.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia :
7. Ajaran pemantapan keyakinan :
yaitu pembukanya kawruh (ilmu) “Manunggaling kawula-gusti” yang memberikan wangsit (petunjuk) keteguhan untuk bisa yakin bahwa hidup kita pribadi sesungguhnya dirasuki Dzatnya Pangeran (Dzat Urip, Sejatining Urip). Pangeran itu bertahtanya pada hidup kita yang sejati. Dwitunggal (roroning atunggal) yang disebut dan yang menyebut. Sedangkan pengertian utusan itu cahaya hidup kita pribadi, karena cahaya hidup kita itu menjadi pertanda adanya Pangeran. Maksudnya : “Sesungguhnya nyata semua datang kepada kamu utusan Pangeran (memancar) keluar dari dirimu sendiri. Sebenarnya utusan itu mencukupi semua yang kamu inginkan, kalau percaya pasti mendapatkan pengampunan dari Pangeran”. Bila bisa menerima petunjuk yang seperti ini supaya awas dan hati-hati, ya hidup kita ini bertahtanya nugraha dan anugerah. Nugraha itu gusti (tuan) sedang anugerah itu kawula (abdi). Bersatu tanpa batas pemisah dalam badan kita sendiri.
Wejangan ketujuh ini menjelaskan bahwa konsep Jawa tentang adanya utusan Tuhan berbeda dengan yang diajarkan agama-agama. Dalam konsep keber-Tuhan-an Jawa, sebagaimana diajarkan “Wirid wolung Pangkat”, menyatakan bahwa yang disebut “utusan Tuhan” adalah “kesejatian hidup” manusia sendiri. Yaitu “Dzat Urip” yang bertahta dan bersemayam dalam diri manusia.
Selanjutnya kita renungkan wejangan ke delapan dari”Wirid Wolung Pangkat” sebagai berikut :
8. Wejangan paseksen :
yaiku wejangan jumenenge urip kita pribadi angakoni dadi warganing Pangeran kang sejati kinen aneksekake marang sanak sedulur kita, yaiku : bumi, langit, srengenge, rembulan, lintang, geni, angin, banyu, lan sakabehing dumadi kang gumelar ing jagad.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia :
8. Ajaran kesaksian :
yaitu ajaran bertahtanya hidup kita pribadi mengakui jadi warganya (titahnya) Pangeran yang sejati, disuruh mempersaksikan kepada seluruh sanak saudara kita, yaitu : bumi, langit, matahari, bulan, bintang, api, angin, air, dan seluruh mahluk yang tergelar di jagad (alam semesta).
Wejangan dalam “Wirid 8 pangkat Kejawen” merupakan suatu ajaran Kejawen tentang kejatidirian manusia sebagai titah Tuhan Yang Maha Kuasa serta hubungannya dengan alam semesta dan seluruh isinya. Maka wejangan tersebut bisa dijadikan pijakan untuk membangun kesadaran kosmisnya. Melalui kesadaran kosmis tersebut dicapai kesadaran ber-Tuhan yang paripurna menurut Jawa.
Selengkapnya...

Serat Gedong

Pupuh Mijil
1
Sesungguhnya tidaklah ada yang tahu
Bahwa umpamanya Ia bersemayam di gedung itu
Tapi diketahuiNya ia yang tahu
Serta bagaimana segala mahluk berperilaku
Sungguh sebelum terjadi
Ia telah mengerti
2
Ketahuilah Sebelum segalanya terjadi
Ketika jagad kosong tanpa isi
Bahkan sebelum awang-uwung itu sendiri
Yang ada hanya Tuhan Sang Maha Widi
Hanya Ia pula yang mengetahui
Zat Mahaluhur dan Suci
3
Maka dibikinNya semua mahkluk ini
Agar ada yang mengenali
Diciptakannya jagat semesta
Dengan hanya satu sabda
Segalanya mengada seketika :
“Kun”
4
Sempurna tak ada kekurangan
Karena Tuhan yang menciptakan
Ia berkuasa karena DiriNya sendiri
Tanpa kesalahan sama sekali
Demikianlah tatkala semua terjadi
Bertahap menjadi dan menjadi
5
Maka bersabdalah Ia
Kenapa segenap alam yang dijadikanNya nyata
“Sungguh tak Kujadikan Jin dan manusia
Kecuali untuk satu:
Menyembah kepadaKu”
6
Menyembah untuk melihat
Dengan cara memandang yang khas
Menyembah seperti berkaca dalam cermin
Berjuang menemukan rupa yang hakiki
Karena yang diperlihatkan oleh kaca
Tidaklah sejati
9
Ketika engkau menyembah memuji
Tajamkan penglihatan
Kepada yang menggerakan sembahyang
Yakni Allah sejati
Kau sembah Ia dengan pasti
Tidak setengah hati
10
Menatap ini dan menatap itu
Sampai pula segala sesuatu
Tak ada yang kosong olehNya
Ia meliputi dan memenuhi apa saja
Bahkan ZatNya tampak
Bagi setiap mata yang waspada
11
Lainnya tiada, kecuali yang terlihat
Apabila sudah arif makrifat
Namun jika rabun oleh segala rupa
Yang tampak itu hakiki disangkanya
Lantaran tak tahu ajaran yang benar
Bingung yang terlihat dan terdengar
12
Tak bingung kalau tahu yang sejati
Bagi yang ingin melihatnya
Sirnakan segala rupa
Yakni dinding yang menutupi batin mata
Kalau sudah tercapai ia
Itulah makrifat namanya
13
Menempuh jalan, mencari
WajahNya yang kelihatan
Demikian engkau tahu menemukan Tuhan
Demikian engkau menempuh jalan
Yang sejak sediakala disediakan
14
Kalau dipandang tiada. Ia tiada
Maka jangan ragukan tempatNya
Kalau dipandang tiada, Ia tiada selamanya
Dari awal hingga akhir
Tak ada yang mengerti
Karena itulah dicari
15
Kalau dipandang ada, Ia ada, anakku
Hendaklah engkau waspada menatapNya
Lantaran tak ada lagi selain Ia
Tinggal bagai sepi
Satu wujud Abadi
Selengkapnya...

Serat Wulangreh

Paku Buwana IV( 1768 – 1820 )
Serat Wulang Reh, karya Jawa klasik bentuk puisi tembang macapat, dalam bahasa jawa baru ditulis tahun 1768 – 1820 di Keraton Kasunanan Surakarta. Isi teks tentang ajaran etika manusia ideal yang ditujukan kepada keluarga raja, kaum bangsawan dan hamba di keraton Surakarta. Ajaran etika yang terdapat di dalamnya merupakan etika yang terdapat di dalamnya merupakan etika yang ideal, yang dianggap sebagai pegangan hidup yang seharusnya dilakukan oleh masyarakat Jawa pada waktu itu, khususnya dilingkungan Keraton Surakarta.
Serat Macapat Dandanggula
1. Pamedare wasitaning ati, ujumantaka aniru Pujangga, dahat muda ing batine. Nanging kedah ginunggung, datan wruh yen akeh ngesemi, ameksa angrumpaka, basa kang kalantur, turur kang katula-tula, tinalaten rinuruh kalawan ririh, mrih padanging sasmita.
2. Sasmitaning ngaurip puniki, mapan ewuh yen ora weruha, tan jumeneng ing uripe, akeh kang ngaku-aku, pangrasane sampun udani, tur durung wruh ing rasa, rasa kang satuhu, rasaning rasa punika, upayanen darapon sampurna ugi, ing kauripanira.
3. Jroning Quran nggoning rasa yekti, nanging ta pilih ingkang unginga, kajaba lawan tuduhe, nora kena den awur, ing satemah nora pinanggih, mundak katalanjukan, tedah sasar susur, yen sira ajun waskita, sampurnane ing badanira, sira anggugurua.
4. Nanging yen sira ngguguru kaki, amiliha manungsa kang nyata, ingkang becik martabate, sarta kang wruh ing chukum, kang ngibadah lan kang wirangi, sokur oleh wong tapa, ingkang wus amungkul, tan mikir pawewehing liyan, iku pantes sira guronana kaki, sartane kawruhana.
5. Lamun ana wong micareng ngelmi, tan mupakat ing patang prakara, aja sira age-age, anganggep nyatanipun, saringana dipun baresih, limbangen lan kang patang : prakara rumuhun, dalil qadis lan ijemak, lan kijase papat iku salah siji, ana-a kang mupakat.
6. Ana uga den antepi, yen ucul saka patang prakara, nora enak legetane, tan wurung tinggal wektu, panganggepe wus angengkoki, aja kudu sembah Hajang, wus salat kateng-sun, banjure mbuwang sarengat, batal haram nora nganggo den rawati, bubrah sakehing tata.
7. Angel temen ing jaman samangkin, ingkang pantes kena ginuronan, akeh wong jaya ngelmune, lan arang ingkang manut, yen wong ngelmu ingkang netepi, ing panggawening sarak, den arani luput, nanging ta asesenengan, nora kena den wor kakarepaneki, pancene prijangga.
8. Ingkang lumrah ing mangsa puniki, mapan guru ingkang golek sabat, tuhu kuwalik karepe, kang wus lumrah karuhun, jaman kuna mapan si murid, ingkang pada ngupaya, kudu angguguru, ing mengko iki ta nora, Kyai Guru narutuk ngupaya murid, dadiya kantira.
Serat Wulangreh pupuh Mijil
1. Pomo kaki padha dipun eling
ing pitutur ingong
sira uga satriya arane
kudu anteng jatmika ing budi
luruh sarta wasis
samubarang tanduk
2. Dipun nedya prawira ing batin
nanging aja katon
sasona yen durung masane
kekendelan aja wani manikis
wiweka ing batin
den samar ing semu
3. Lan dimantep mring panggawe becik
lawan wekas ingong
aja kurang iya panrimane
yen wis tinitah marang Hyang Widhi
ing badan punika
wus pepancenipun
4. Ana wong narima ya titahing mapan dadi awon
lan ana wong narima titahe wekasane iku dadi becik
kawruhana ugi aja seling surup.
5. Yen wong bodho datan nedya ugi
atakon tetiron
anarima titah ing bodhone
iku wong narima nora becik
dene ingkang becik
wong narima iku
6. Kaya upamane wong angabdi
marang sing Sang Katong
lawas-lawas ketekan sedyane
dadi mantri utawa bupati
miwah saliyaneng
ing tyas kang panuju
7. Nuli narima tyasing batin
tan mengeng ing Katong
rumasa ing kani matane
sihing gusti tumeking nak rabi
wong narima becik kang mangkono iku
8. Nanging arang iya wong saiki
kang kaya mangkono
Kang wus kaprah iyo salawase
yen wis ana lungguhe sathithik
apan nuli lali
ing wiwitanipun
9. Pangrasane duweke pribadi
sabarang kang kanggo
datan eling ing mula mulane
witing sugih sangkane amukti
panrimaning ati
kaya anggone nemu
10. Tan ngrasa kamurahaning Widdhi
jalaran Sang Katong
jaman mengko ya iku mulane
arane turun wong tuwa tekweng
kardi tyase Sariah
kasusu ing angkuh
11. Arang nedya males sihing Gusti
Gustine Sang Katong
lan iya ing kabehing batine
sanadyan narima ing Hyang Widdhi
iku wong tan wruh ing
kanikmatanipun
12. Wong tan narima pan dadi becik
tinitah Hyang Manon
iku iyo rerupane
kaya wong ingkang ngupaya ilmi
lan wong nedya ugi kapintaranipun
13. Iya pangawruh kang den senengi
kang wus sengsem batos
miwang ingkang kapinteran dene
ing samubarang karya ta uwis
nora kanggo lathi
kabeh wus kawengku
14. Uwis pinter nanging iku maksih
nggonira pitados
ing kapinterane ing undhake
utawa unggahe kawruh yekti
durung marem batin
lamun durung tutug
15. Yen wong kurang panrimo ugi
iku luwih awon barang gawe aja age-age
anganggowa sabar sarta ririh
dadi barang kardi resik tur rahayu
16. Lan maninge babo dipun eling
ing pituturingong
sira uga padha ngemplak emplak
iya marang kang jumeneng Aji
ing lair myang batin
den ngarsa kawengku
17. Kang jumeneng iku ambawani
karsaning Hyang Manon
wajib padha wedi lan batine
aja mamang parintah ing Aji
nadyan enom ugi
lamun dadi Ratu
18. Nora kena iya den waoni
parentahing Katong
dhasar Ratu abener prentahe
kaya priye nggonira sumingkir
yen tan anglakoni
pasti tan rahayu
19. Nanging kaprah ing masa samangkin
anggepe angrengkoh,
tan rumangsa lamun ngempek empek,
ing batine datan nedya eling,
kamuktene iki,
ngendi sangkanipun.
20. Lamun eling jalarane mukti,
pasthine tan mengkuh,
saking durung batin ngrasakake,
ing pitutur engkang dingin-dingin,
dhasar tan paduli,
wuruking wong sepuh.
21. Dadine sabarang tindakneki,
arang ingkang tanggon,
saking durung ana landhesane,
arip crita tan ana kang eling,
elinge pribadi,
dadi tanpa dhapur.
22. Mulanipun wekasingsun iki,
den kerep tetakon,
aja isin ngatokken bodhone,
saking bodho witing pinter ugi,
mung Nabi sinelir,
pinter tanpa wuruk.
23. Sabakdane tan ana kadyeki,
pinter tanpa takon,
apan lumrah ing wong urip kiye,
mulane wong anom den taberi
angupaya ilmu pan dadi pikukuh
Selengkapnya...

Serat Wirid Hidayat Jati

Serat Wirid Hidayat Jati
Anggitanipun Panjenenganipun Raden Ngabehi Ranggawarsita
Kapethil saking serat Jawi Kandha ing Surakarta Hadiningrat tahun 1908

Ditulis oleh Raden Ngabehi Ronggowarsito
Dipublikasikan dari Serat Jawi Kanda di Surakarta, dan dicetak oleh N.V. Mij. t/v d/z ALBERT RUSCHE & CO., Surakarta tahun 1908.

Aneka pituduh ingkang sanyata, anggêlarakên dunung lan pangkating kawruh kasampurnan, winiwih saking pamêjangipun para wicaksana ing Nungsa Jawi, karsa ambuka pitêdah kasajatining kawruh kasampurnan, tutuladhan saking Kitab Tasawuf, panggêlaring wêjangan wau thukul saking kawêningan raosing panggalih, inggih cipta sasmitaning Pangeran, rinilan ambuka wêdharing pangandikaning Pangeran dhatêng Nabi. Musa, Kalamolah, ingkang suraosipun makatên: Ing sabênêr-bênêre manungsa iku kanyatahaning Pangeran, lan Pangeran iku mung sawiji.

Inilah sebuah petunjuk yang benar yang menjelaskan tentang ilmu sirr kesempurnaan hidup, yang berakar dari ajaran para ahli hikmah di tanah Jawa, yang hendak membuka hakikat kesempurnaan sejati, sebuah pelajaran dari kitab Tasawuf, tersingkapnya ajaran ini terpancar dari kebersihan jiwa heningnya alam pikiran, yaitu tanggapnya rasa atas cipta Tuhan, dengan ihlash mengawali pelajaran ini yakni dengan menukil Firman Allah kepada Nabi Musa AS yang bermakna : Yang sebenar- benar manusia itu adalah kenyataan (adanya) Tuhan, dan Tuhan itu Maha Esa.
Pangandikaning Pangeran ingkang makatên wau, inggih punika ingkang kawêdharakên dening para gurunadi dhatêng para ingkang sami katarimah puruitanipun. Dene wontên kawruh wau, lajêng kadhapuk 8 papangkatan, sarta pamêjanganipun sarana kawisikakên ing talingan kiwa. Mangêrtosipun asung pêpengêt bilih wêdharing kawruh kasampurnan, punika botên kenging kawêjangakên dhatêng sok tiyanga, dene kengingipun kawêjangakên, namung dhatêng tiyang ingkang sampun pinaringan ilhaming Pangeran, têgêsipun tiyang ingkang sampun tinarbuka papadhanging budi pangangên-angênipun (ciptanipun).

Firman Allah yang demikian ini yang diajarkan oleh para ahli (mursyid) kepada sesiapa yang diterima penghambaannya(salik). Dimana ajaran itu, kemudian teringkas menjadi 8 hal, penyampaiannya dengan cara membisikkan ke telinga murid sebelah kiri. Pemahaman semacan ini memberikan pengertian bahwa ilmu 'kasampurnan' ini tidak seyogyanya diajarkan kepada sembarang orang, kecuali kepada orang-orang yang telah mendapat hidayah dari Allah SWT, artinya orang yang telah tercerahkan dirinya (ciptanya).

Awit saking punika, pramila ingkang sami kasdu maos sêrat punika sayuginipun sinêmbuha nunuwun ing Pangeran, murih tinarbuka ciptaning sagêd anampeni saha angêcupi suraosing wejangan punika, awit suraosipun pancen kapara nyata yen saklangkung gawat. Mila kasêmbadanipun sagêd angêcupi punapa suraosing wêjangan punika, inggih muhung dumunung ing ndalêm raosing cipta kemawon.

Maka dari itu, barang siapa yang sudi membaca tulisan ini seyogyanya berlandaskan permohonan kepada Allah, agar kiranya dapat terbuka ciptanya hingga mampu menerima dan memahami maknanya, karena makna dari ajaran ini ternyata sangat rumit/berbahaya. Maka bisanya memahami ajaran ini tidak lain hanya berada di dalam cipta - rasa pribadi.

Mila inggih botên kenging kangge wiraosan kaliyan tiyang ingkang dereng nunggil raos, inggih ingkang dereng kêparêng angsal ilhaming Pangeran. Hewa dene sanadyana kangge wiraosing kaliyan tiyang ingkang dereng nunggil raos, wêdaling pangandika ugi mawia dudugi lan pramayogi, mangêrtosipun kêdah angen mangsa lan êmpan papan saha sinamun ing lulungidaning basa.

Maka tidak boleh kiranya untuk didiskusikan dengan orang yang belum sampai atau belum mengunggal rasanya dengan kita, yaitu orang yang belum menerima hidayah dari Allah SWT. Walau demikian seandainya harus disampaikan kepada orang yang belum sampai, hendaknya disampaikan dengan sangat hati-hati, melihat situasi- kondisi, waktu dan tempat yang tepat serta disampaikan dengan kiasan bahasa yang indah.

Mênggah wontêning wêwêjangan 8 pangkat wau, kados ing ngandhap punika:

Delapan wejangan tersebut di atas, sebagaimana di bawah ini:

I.1. Wêwêjangan ingkang rumiyin, dipun wastani: pitêdahan wahananing Pangeran, sasadan pangandikanipun Pangeran dhatêng Nabi Mohammad s.a.w. Makatên pangandikanipun: Sajatine ora ana apa-apa, awit duk maksih awang-uwung durung ana sawiji-wiji, kang ana dhihin iku ingsun, ora ana Pangeran anging ingsun sajatine kang urip luwih suci, anartani warna aran lan pakartiningsun (zat, sifat, asma, af’al).

I.1 Wejangan yang pertama, disebut pelajaran akan sifat-sifat Allah. Sebagaimana firman Allah kepada Nabi Muhammad SAW yang bermakna kurang lebih begini: Sesungguhnya tidak ada apa-apa tatkala sebelum masa penciptaan, yang ada (paling awal) itu hanya Aku, tidak ada Tuhan kecuali Aku yang Hidup dan Maha Suci baik asma maupun sifatKu (dzat, sifat, asma, af'al).

I.2. Mênggah dunungipun makatên: kang binasakake angandika ora ana Pangeran anging ingsun, sajatine urip kang luwih suci, sajatosipun inggih gêsang kita punika rinasuk dening Pangeran kita, mênggahing warna nama lan pakarti kita, punika sadaya saking purbawisesaning Pangeran kita, inggih kang sinuksma, têtêp tintêtêpan, inggih kang misesa, inggih kang manuksma, umpami surya lan sunaripun, mabên lan manisipun, sayêkti botên sagêd den pisaha.

I.2. Yang dimaksud begini: Yang digambarkan tiada tuhan kecuali aku, hakekat hidup yang suci, sesungguhnya hidup kita ini adalah melambangkan citra Allah, sedang nama dan perbuatan kita itu semua berasal dari Kemahakuasaaan Allah, yang 'menyatu' ibarat matahari dan sinarnya, madu dengan manisnya, sungguh tiada terpisahkan.


II.1. Wêwêjangan ingkang kaping kalih, dipun wastani: Pambuka kahananing Pangeran, pamêjangipun amarahakên papangkatan adêging gêsang kita dumunung ing dalêm 7 kahanan, sasadan pangandikanipun Pangeran dhatêng Nabi Mohammad s.a.w. Makatên pangandikanipun: Satuhune ingsun Pangeran sajati, lan kawasan anitahakên sawiji-wiji, dadi padha sanalika saka karsa lan pêpêsteningsun, ing kono kanyatahane gumêlaring karsa lan pakartiningsun, kang dadi pratandha.

II.1 Wejangan yang kedua adalah : Pengertian adanya Allah., Wejangan ini mengajarkan bahwa elemen hidup kita ini berada pada 7 keadaan, sebagaimana firman Allah kepada Muhammad SAW yang maknanya begini: Sesungguhnya Aku adalah Allah, yang berkuasa menciptakan segala sesuatu dengan kun fa yakun dari qodrat dan iradatKu, yang demikian ini menjadi pertanda bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

II.2. Kang dhihin, ingsun gumana ing dalêm awang-uwung kang tanpa wiwitan tanpa wêkasan, iya iku alam ingsun kang maksih piningit.

II.2. Yang pertama, Aku ada dalam ketiadaan yang tanpa awal serta tanpa akhir, itulah alamKu yang Maha Gaib.

II.3. Kapindho, ingsun anganakake cahya minangka panuksmaningsun dumunung ana ing alam pasênêdaningsun.

II.3. Kedua, Aku mengadakan cahaya sebagai manifestasiKu, berada dalam kehendakKu.

II.4. Kaping têlu, ingsun anganakake wawayangan minangka panuksma lan dadi rahsaningsun, dumunung ana ing alam pambabaraning wiji.

II.4. Ketiga, Aku menciptakan bayang-bayang sebagai pertanda citraKu, yang berada pada alam kejadian/penciptaan (mula-jadi).

II.5. Kaping pat, ingsun anganakake suksma minangka dadi pratandha kauripaningsun, dumunung ana ing alaming gêtih.

II.5. Keempat, Aku mengadakan ruh sebagai pertanda hidupku, yang berada pada darah.

II.6. Kaping lima, ingsun anganakake angên-angên kang uga dadi warnaningsun, ana ing dalêm alam kang lagi kêna kaumpamaake bae.

II.6. Kelima, Aku mengadakan angan-angan yang juga menjadi sifatku, yang berada pada alam yang baru boleh diumpamakan saja.

II.7. Kaping ênêm, ingsun anganakake budi, kang minangka kanyatahan pêncaring angên-angên kang dumunung ana ing dalêm alaming badan alus.

II.7. Keenam, Aku mengadakan budi, yang merupakan kenyataan penjabaran angan- angan yang berada pada alam ruhani.

II.8. Kaping pitu, ingsun anggêlar warana kang minangka kakandhangan sakabehing paserenaningsun. Kasêbut nêm prakara ing dhuwur mau tumitah ana ing donya iya iku sajatining manungsa.

II.8. Ketujuh, aku menggelar akal sebagai sentral/wadah atas semua ciptaanku. Enam perkara tersebut di atas tercipta di dunia yang merupakan hakikat manusia.
Selengkapnya...

Serat Sabdo Jati

1. Hawya pegat ngudiya ronging budyayu
Margane suka basuki
Dimen luwar kang kinayun
Kalising panggawe sisip
Ingkang taberi prihatos
Jangan berhenti selalulah berusaha berbuat kebajikan,
agar mendapat kegembiraan serta keselamatan serta tercapai segala cita-cita,
terhindar dari perbuatan yang bukan-bukan, caranya haruslah gemar prihatin.
2. Ulatna kang nganti bisane kepangguh
Galedehan kang sayekti
Talitinen awya kleru
Larasen sajroning ati
Tumanggap dimen tumanggon
Dalam hidup keprihatinan ini pandanglah dengan seksama,
intropeksi, telitilah jangan sampai salah, endapkan didalam hati,
agar mudah menanggapi sesuatu.
3. Pamanggone aneng pangesthi rahayu
Angayomi ing tyas wening
Eninging ati kang suwung
Nanging sejatining isi
Isine cipta sayektos
Dapatnya demikian kalau senantiasa mendambakan kebaikan,
mengendapkan pikiran, dalam mawas diri sehingga seolah-olah hati ini kosong
namun sebenarnya akan menemukan cipta yang sejati.
4. Lakonana klawan sabaraning kalbu
Lamun obah niniwasi
Kasusupan setan gundhul
Ambebidung nggawa kendhi
Isine rupiah kethon
Segalanya itu harus dijalankan dengan penuh kesabaran.
Sebab jika bergeser (dari hidup yang penuh kebajikan)
akan menderita kehancuran. Kemasukan setan gundul,
yang menggoda membawa kendi berisi uang banyak.
5. Lamun nganti korup mring panggawe dudu
Dadi panggonaning iblis
Mlebu mring alam pakewuh
Ewuh mring pananing ati
Temah wuru kabesturon
Bila terpengaruh akan perbuatan yang bukan-bukan,
sudah jelas akan menjadi sarang iblis, senantiasa mendapatkan kesulitas-kesulitan, kerepotan-kerepotan, tidak dapat berbuat dengan itikad hati yang baik,
seolah-olah mabuk kepayang.
6. Nora kengguh mring pamardi reh budyayu
Hayuning tyas sipat kuping
Kinepung panggawe rusuh
Lali pasihaning Gusti
Ginuntingan dening Hyang Manon
Bila sudah terlanjur demikian tidak tertarik terhadap perbuatan
yang menuju kepada kebajikan. Segala yang baik-baik lari dari dirinya,
sebab sudah diliputi perbuatan dan pikiran yang jelek.
Sudah melupakan Tuhannya. Ajaran-Nya sudah musnah berkeping-keping.
7. Parandene kabeh kang samya andulu
Ulap kalilipen wedhi
Akeh ingkang padha sujut
Kinira yen Jabaranil
Kautus dening Hyang Manon
Namun demikian yang melihat, bagaikan matanya kemasukan pasir,
tidak dapat membedakan yang baik dan yang jahat, sehingga
yang jahat disukai dianggap utusan Tuhan.
8. Yeng kang uning marang sejatining dawuh
Kewuhan sajroning ati
Yen tiniru ora urus
Uripe kaesi-esi
Yen niruwa dadi asor
Namun bagi yang bijaksana, sebenarnya repot didalam pikiran
melihat contoh-contoh tersebut. Bila diikuti hidupnya akan
tercela akhirnya menjadi sengsara.
9. Nora ngandel marang gaibing Hyang Agung
Anggelar sakalir-kalir
Kalamun temen tinemu
Kabegjane anekani
Kamurahane Hyang Manon
Itu artinya tidak percaya kepada Tuhan, yang menitahkan bumi dan
langit, siapa yang berusaha dengan setekun-tekunnya akan mendapatkan
kebahagiaan. Karena Tuhan itu Maha Pemurah adanya.
10. Hanuhoni kabeh kang duwe panuwun
Yen temen-temen sayekti
Dewa aparing pitulung
Nora kurang sandhang bukti
Saciptanira kelakon
Segala permintaan umatNya akan selalu diberi, bila dilakukan dengan setulus hati.
Tuhan akan selalu memberi pertolongan, sandang pangan tercukupi
segala cita-cita dan kehendaknya tercapai.
11. Ki Pujangga nyambi paraweh pitutur
Saka pengunahing Widi
Ambuka warananipun
Aling-aling kang ngalingi
Angilang satemah katon
Sambil memberi petuah Ki Pujangga juga akan membuka selubung
yang termasuk rahasia Tuhan, sehingga dapat diketahui.
12. Para jalma sajroning jaman pakewuh
Sudranira andadi
Rahurune saya ndarung
Keh tyas mirong murang margi
Kasekten wus nora katon
Manusia-manusia yang hidup didalam jaman kerepotan,
cenderung meningkatnya perbuatan-perbuatan tercela,
makin menjadi-jadi, banyak pikiran-pikiran yang tidak berjalan
diatas riil kebenaran, keagungan jiwa sudah tidak tampak.
13. Katuwane winawas dahat matrenyuh
Kenyaming sasmita sayekti
Sanityasa tyas malatkunt
Kongas welase kepati
Sulaking jaman prihatos
Lama kelamaan makin menimbulkan perasaan prihatin, merasakan ramalan tersebut,
senantiasa merenung diri melihat jaman penuh keprihatinan tersebut.
14. Waluyane benjang lamun ana wiku
Memuji ngesthi sawiji
Sabuk tebu lir majenum
Galibedan tudang tuding
Anacahken sakehing wong
Jaman yang repot itu akan selesai kelak bila sudah mencapat tahun 1877
(Wiku=7, Memuji=7, Ngesthi=8, Sawiji=1. Itu bertepatan dengan tahun Masehi 1945).
Ada orang yang berikat pinggang tebu perbuatannya seperti orang gila,
hilir mudik menunjuk kian kemari, menghitung banyaknya orang.
15. Iku lagi sirap jaman Kala Bendu
Kala Suba kang gumanti
Wong cilik bisa gumuyu
Nora kurang sandhang bukti
Sedyane kabeh kelakon
Disitulah baru selesai Jaman Kala Bendu. Diganti dengan jaman Kala Suba.
Dimana diramalkan rakyat kecil bersuka ria, tidak kekurangan sandang dan makan
seluruh kehendak dan cita-citanya tercapai.
16. Pandulune Ki Pujangga durung kemput
Mulur lir benang tinarik
Nanging kaseranging ngumur
Andungkap kasidan jati
Mulih mring jatining enggon
Sayang sekali “pengelihatan” Sang Pujangga belum sampai selesai,
bagaikan menarik benang dari ikatannya.
Namun karena umur sudah tua sudah merasa hampir
datang saatnya meninggalkan dunia yang fana ini.
17.Amung kurang wolung ari kang kadulu
Tamating pati patitis
Wus katon neng lokil makpul
Angumpul ing madya ari
Amerengi Sri Budha Pon
Yang terlihat hanya kurang 8 hai lagi, sudah sampai waktunya,
kembali menghadap Tuhannya. Tepatnya pada hari Rabu Pon.
18. Tanggal kaping lima antarane luhur
Selaning tahun Jimakir
Taluhu marjayeng janggur
Sengara winduning pati
Netepi ngumpul sak enggon
Tanggal 5 bulan Sela
(Dulkangidah) tahun Jimakir Wuku Tolu,
Windu Sengara (atau tanggal 24 Desember 1873)
kira-kira waktu Lohor, itulah saat yang ditentukan
sang Pujangga kembali menghadap Tuhan.
19. Cinitra ri budha kaping wolulikur
Sawal ing tahun Jimakir
Candraning warsa pinetung
Sembah mekswa pejangga ji
Ki Pujangga pamit layoti
Karya ini ditulis dihari Rabu tanggal 28 Sawal tahun Jimakir 1802.
Selengkapnya...

Sabtu, 19 Maret 2011

Wahdatul Wujud-Manunggaling Kawulo Gusti

Qolbu yang menjadi cerminan,
Khaliq dengan ciptaan-Nya,

Qolbu adalah terminal,
Ati itu jangka jangkahing jaman,
Atau titik pusat kesadaran kehidupan,
Ruang dan waktu dimana kita hidup,

Kawulo adalah hamba,
Gusti adalah bagusing ati,
Bagusnya qolbu manusia,
Dalam menghamba kepada Allah,
Manusia menghamba itu kawulo,
Dengan hati yang bisa mencerminkan Allah,
Maka manunggalah kawulo dan Gusti,

Apabila qolbu itu dekat dengan Alloh,
Sampai dekatnya dengan urat nadi leher,
Maka hati hamba menjadi tempat bersemayamnya Allah,
Kalau hati dekat dengan Allah,
Fikiran tenang dan mendengarkan suara hati,
Perkataan difikirkan dulu,
Tindakan diniyatkan dijalan Allah,
Maka benar,
Manunggaling Kawulo Gusti,
Sehingga,
Jumbuh Kawulo lan Gusti,
Dalam ridlo-Nya,

Ketidakbenaran Manunggaling Kawulo Gusti,
Terletak pada kurang tepatnya persepsi dalam memahami,
Akhirnya hal ini bisa menimbulkan kesesatan,
Jadi, Manunggaling Kawulo Gusti tidak salah,
Namun menyesatkan apabila tidak pas atau belum waktunya dalam memahaminya
Alias "masih muda" dalam spiritualnya….
Untuk itu harus diberikan kepada orang yang sudah layak untuk menyelaminya,

Manunggaling Kawulo Gusti,
Bukan berarti engkau jadi Fir’aun,
Karena Fir’aun pun mengaku aku menjadi Tuhan,
Padahal Manunggaling Kawulo Gusti bukanlah mengaku-aku Tuhan,
Justru sebaliknya menghamba kepada Tuhan,
Sehingga semua tindakan mencerminkan sifat dan asma Tuhan.

Engkau hanya bisa mencerminkan sifat dan asma Tuhan,
Justru ketika engkau melakukan sebaliknya,
Dimana qolbu, hati, ati atau manah,
Menjadi cerminan Sifat Tuhan,

Pemahaman Manunggaling Kawulo Gusti bukan berarti tidak bekerja,
Karena bekerja merupakan syarat hidup,
Dengan bekerja kita merasa membutuhkan Tuhan dalam berkarya,
Bukan sebaliknya….

Wujuding wijil wahyuning wangsit
Wiyoto woting waskitha kang winasis
Jajaning janma jatining jasad
Jumujuging jaladara jantra jinajah.
” Wujud keluarnya ilham
” melalui orang yang mengerti yang terpelajar
” dada manusia sejatinya jasad
” menuju ke alam jajahan

Amrih amining amaranti
Amina mastani mantra mastadi
Samudananing samudra samun
Sesongaran sasat susantiningrum.
” supaya perkataanya merata
” boleh dikatakan mantra mastadi
” berkedok berlindung di samudra ( mungkin mengatasnamakan kekuatan mayoritas)
” sombong/ugal ugalan menjadi pedomannya

Mungguh asmaning mung kanggo mupus
Dipeh prana nalika daruna dumateng
Tebining dhandhaka anyatrani
Lubering ludira anebaki daruni.
” namanya hanya untuk meredam
” cuma pas bisa melihat waktu kesedihan datang
” luasnya “dhandhaka” menyertai
” lubernya darah memenuhi hati/kesedihan

Najan hamung kinanthi sih utami
Awit diniyati tan kenging rinuyit,
Anggraitaa murih wekasanipun jrih
Muncrat handalidir mring bantala.
” walau hanya dengan kasih sayang
” sudah diniyati sebagai pegangan
” merasalah supaya akhirnya takut
” menyembur membasahi/mengaliri bumi(sujud syukur)

Tiba grahaning Hyang Suksma
Memitri awit saking nggenira
Njangkah tan angoncati
Tibaning Rohul Kudus amrih miranti.
” tiba ke tempat Hyang Suksma
” melihat karena keteguhanmu
” yang berjalan tanpa meninggalkanNya
” keluarnya “rohul kudus” supaya dapat berguna

Jinantra ontran-ontran kang amurwat
Murwating angkara murka
Nabrak, nunjang, ngobok-obok
Nggelar kadurjanan
Ngobrak-abrik tatanan
Salang-tunjang
Gede-cilik tanpa wirang.
” pada jaman kerusuhan yang tak lazim
” lazimnya angkara murka
” sengaja menabrak, menggeser, mengobok obok(tatanan)
” mengadakan hal hal yang bertentangan dengan adat (maling,jambret dsb)
” mngorak abrik tatanan yang berlaku (hukum adat)
” berebutan
” tua muda tak punya malu

Ana jalma mimba Gusti
Ngaku Allah sinarawedi
Ngendi ana titah padha karo Gusti
Kadunungan iblis pinasthi.
” ada manusia mengaku aku Tuhan
” dan mengaku sodara Allah
” mana ada manusia(ciptaan) mengaku sama dengan Tuhan
” dapat dipastikan itu iblis/setan

Manunggal kuwi ‘ra teges sami
Hamung celak raket ring Gusti
Hamung Allah kang pinuji-puji
Ya mung jalma najan wali.
” bersatu bukan berarti sama
” hanya dekat dengan Tuhan
” hanya Tuhan Allah yang patut disembah
” semua hanya manusia walau wali sekalipun

Nyuwun ngapura mring Hyang Widhi
Wani nranyak mring Malikul’alam
Wus madhani Sing Gawe Urip
Dudu kuwi wahdatulwujud.
” minta ampunan kepada Tuhan
” karena berani kepada sang Pencipta Alam
” sudah menyamakan diri dengan Tuhan
” bukan itu arti wahdatulwujud

Sing bener kuwi ya mung aran titah
Ora samar angambrah-ambrah
Aja nerak hukume lumrah
Kawistra ora narimah.
” yang benar itu cuma dapat disebut hamba
” yang tidak kuatir yang berlebihan
” jangan melanggar hukum alam
” nanti akan terlihat tidak bersyukur

Duh Gusti Kang Maha Lestari
Mugi kersa paring lubering pangastuti
Kang samya memesu ring karsaning Gusti
Najan sasarsusur yekti.
” ya Tuhan yang Maha Langgeng/tak pernah mati
” smoga sudi memberi limpahan Rahmat
” kepada orang yang mendekatkan diri melaksanakan kehendakMu
” walau masih banyak salah dalam menjalaninya
Selengkapnya...

Serat Sabda Tama

Pupuh Gambuh
1. Rasaning tyas kayungyun
Angayomi lukitaning kalbu
Gambir wanakalawan hening ing ati
Kabekta kudu pitutur
Sumingkiring reh tyas mirong
Tumbuhlah suatu keinginan melahirkan perasaan dengan hati yang hening
disebabkan ingin memberikan petuah-petuah agar dapat menyingkirkan hal-hal yang salah.
2. Den samya amituhu
Ing sajroning Jaman Kala Bendu
Yogya samyanyenyuda hardaning ati
Kang anuntun mring pakewuh
Uwohing panggawe awon
Diharap semuanya maklum bahwa dijaman Kala Bendu
sebaiknya mengurangi nafsu pribadi yang akan membenturkan kepada kerepotan.
Hasilnya hanyalah perbuatan yang buruk.
3.Ngajapa tyas rahayu
Nyayomana sasameng tumuwuh
Wahanane ngendhakke angkara klindhih
Ngendhangken pakarti dudu
Dinulu luwar tibeng doh
Sebaiknya senantiasa berbuat menuju kepada hal-hal yang baik.
Dapat memberi perlindungan kepada siapapun juga.
Perbuatan demikian akan melenyapkan angkara murka,
melenyapkan perbuatan yang bukan-bukan dan terbuang jauh.
4. Beda kang ngaji mumpung
Nir waspada rubedane tutut
Kakinthilan manggon anggung atut wuri
Tyas riwut ruwet dahuru
Korup sinerung agoroh
Hal ini memang lain dengan yang ngaji pumpung.
Hilang kewaspadaannya dan kerepotanlah yang selalu dijumpai,
selalu mengikuti hidupnya. Hati senantiasa ruwet karena selalu berdusta.
5. Ilang budayanipun
Tanpa bayu weyane ngalumpuk
Sakciptane wardaya ambebayani
Ubayane nora payu
Kari ketaman pakewoh
Lenyap kebudayaannya. Tidak memiliki kekuatan dan ceroboh.
Apa yang dipikir hanyalah hal-hal yang berbahaya.
Sumpah dan janji hanyalah dibibir belaka tidak seorangpun mempercayainya.
Akhirnya hanyalah kerepotan saja.
6. Rong asta wus katekuk
Kari ura-ura kang pakantuk
Dandanggula lagu palaran sayekti
Ngleluri para leluhur
Abot ing sih swami karo
Sudah tidak berdaya. Hanya tinggallah berdendang.
Mendendangkan lagu dandang gula palaran hasil karya nenek moyang dahulu kala,
betapa beratnya hidup ini seperti orang dimadu saja.
7. Galak gangsuling tembung
Ki Pujangga panggupitanipun
Rangu-rangu pamanguning reh harjanti
Tinanggap prana tumambuh
Katenta nawung prihatos
Ki Pujangga didalam membuat karyanya mungkin ada kelebihan dan kekurangannya.
Olah karena itu ada perasaan ragu-ragu dan khawatir,
barangkali terdapat kesalahan/kekeliruan tafsir, sebab sedang prihatin.
8. Wartine para jamhur
Pamawasing warsita datan wus
Wahanane apan owah angowahi
Yeku sansaya pakewuh
Ewuh aya kang linakon
Menurut pendapat para ahli, wawasan mereka keadaan selalu berubah-ubah.
Meningkatkan kerepotan apa pula yang hendak dijalankan.
9. Sidining Kala Bendu
Saya ndadra hardaning tyas limut
Nora kena sinirep limpating budi
Lamun durung mangsanipun
Malah sumuke angradon
Azabnya jaman Kala Bendu, makin menjadi-jadi nafsu angkara murka.
Tidak mungkin dikalahkan oleh budi yang baik.
Bila belum sampai saatnya akibatnya bahkan makin luar biasa.
10. Ing antara sapangu
Pangungaking kahanan wus mirud
Morat-marit panguripaning sesami
Sirna katentremanipun
Wong udrasa sak anggon-anggon
Sementara itu keadaan sudah semakin tidak karu-karuwan,
penghidupan semakin morat-marit, tidak ketenteraman lagi, kesedihan disana-sini.
11. Kemang isarat lebur
Bubar tanpa daya kabarubuh
Paribasan tidhem tandhaning dumadi
Begjane ula dahulu
Cangkem silite angaplok
Segala dosa dan cara hancur lebur, seolah-olah hati dikuasai ketakutan.
Yang beruntung adalah ular berkepala dua, sebab kepala serta buntutnya dapat makan.
12. Ndhungkari gunung-gunung
Kang geneng-geneng padha jinugrug
Parandene tan ana kang nanggulangi
Wedi kalamun sinembur
Upase lir wedang umob
Gunung-gunung digempur, yang besar-besar dihancurkan
meskipun demikian tidak ada yang berani melawan.
Sebab mereka takut kalau disembur (disemprot ular) berbisa.
Bisa racun ular itu bagaikan air panas.
13. Kalonganing kaluwung
Prabanira kuning abang biru
Sumurupa iku mung soroting warih
Wewarahe para Rasul
Dudu jatining Hyang Manon
Tetapi harap diketahui bahwa lengkungan pelangi yang
berwarna kuning merah dan biru sebenarnya hanyalah cahaya pantulan air.
Menurut ajaran Nabi itu bukanlah Tuhan yang sebenarnya.
14. Supaya pada emut
Amawasa benjang jroning tahun
Windu kuning kono ana wewe putih
Gegamane tebu wulung
Arsa angrebaseng wedhon
Agar diingat-ingat. Kelak bila sudah menginjak tahun windu kuning (Kencana) akan ada wewe putih (setan putih), yang bersenjatakan tebu hitam akan menghancurkan wedhon (pocongan setan).
(Sebuah ramalan yang perlu dipecahkan).
15. Rasa wes karasuk
Kesuk lawan kala mangsanipun
Kawises kawasanira Hyang Widhi
Cahyaning wahyu tumelung
Tulus tan kena tinegor
Agaknya sudah sampai waktunya, karena kekuasaan Tuhan telah datang jaman kebaikan, tidak mungkin dihindari lagi.
16, Karkating tyas katuju
Jibar-jibur adus banyu wayu
Yuwanane turun-temurun tan enting
Liyan praja samyu sayuk
Keringan saenggon-enggon
Kehendak hati pada waktu tersebut hanya didasarkan kepada ketentraman sampai ke anak cucu. Negara-negara lain rukun sentosa dan dihormati dimanapun.
17. Tatune kabeh tuntun
Lelarane waluya sadarum
Tyas prihatin ginantun suka mrepeki
Wong ngantuk anemu kethuk
Isine dinar sabokor
Segala luka-luka (penderitaan) sudah hilang.
Perasaan prihatin berobah menjadi gembira ria.
Orang yang sedang mengantuk menemukan kethuk (gong kecil)
yang berisi emas kencana sebesar bokor.
18. Amung padha tinumpuk
Nora ana rusuh colong jupuk
Raja kaya cinancangan angeng nyawi
Tan ana nganggo tinunggu
Parandene tan cinolong
Semua itu hanya ditumpuk saja, tidak ada yang berbuat curang maupun yang mengambil. Hewan piraan diikat diluar tanpa ditunggu namun tidak ada yang dicuri.
19. Diraning durta katut
Anglakoni ing panggawe runtut
Tyase katrem kayoman hayuning budi
Budyarja marjayeng limut
Amawas pangesthi awon
Yang tadinya berbuat angkara sekarang ikut pula berbuat yang baik-baik. Perasaannya terbawa oleh kebaikan budi. Yang baik dapat menghancurkan yang jelek.
20. Ninggal pakarti dudu
Pradapaning parentah ginugu
Mring pakaryan saregep tetep nastiti
Ngisor dhuwur tyase jumbuh
Tan ana wahon winahon
Banyak yang meninggalkan perbuatan-perbuatan yang kurang baik. Mengikuti peraturan-peraturan pemerintah. Semuanya rajin mengerjakan tugasnya masing-masing. Yang dibawah maupun yang diatas hatinya sama saja. Tidak ada yang saling mencela.
21.Ngratani sapraja agung
Keh sarjana sujana ing kewuh
Nora kewran mring caraka agal alit
Pulih duk jaman runuhun
Tyase teteg teguh tanggon
Keadaan seperti itu terjadi diseluruh negeri. Banyak sekali orang-orang ahli dalam bidang surat menyurat. Kembali seperti dijaman dahulu kala. Semuanya berhati baja.
Selengkapnya...

Serat Pepolo

Jalma luwih medharken mamanis,
Kang cinatur Kitap Tafsir Alam.
Tinetepan umpamane:Ingkang segara agung,
Lawan papan kang tanpa tulis,
Tunjung tanpa selaga,
Sapa gawe iku? Kalawan jenenging Allah.
Lan Muhammad anane ana ing endi?
Ywan sirna ana apa?
Artinya:
Manusia terpilih membentangkan perihal yang sedap/
Yang dibicarakan dalam Kitab Tafsir Alam./
Dinyatakan misalnya:/Samudera besar,/
Dan tempat yang tak bertulis,/
Teratai yang tak berkuncup,/
Siapa yang membuat?/Dan nama Allah/
dan Muhammad dimana adanya?/
Bila lenyap apa yang masih ada?
Damar murup tanpa sumbu nenggih,
Godhong ijo ingkang tanpa wreksa,
Modin tan ana bedhuge,
Sentek pisan wus rampung,
Tanggal pisan purnama sidi,
Panglong grahana lintang, Iku semunipun, Kang sampun awas ing cipta.
Aja sira katungkul maca pribadi,
Takokna kang wus wignya.
Artinya:
Pelita menyala tak bersumbu,/
Daun hijau tak berpohon,/
Muazin tak ada beduknya,/
Sekali tarik sudah tamat,/
Tanggal satu bulan purnama,/
Panglong gerhana bintang,/Itulah lambang,/Manusia yang sudah waspada akan ciptanya./
Jangan selalu membaca sendiri saja./
Tanyakanlah kepada yang sudah tahu.
Lawan sastra adi kang linuwih,
Lawan Kur’an pira sastra nira,
Estri priyadi tunggale, Lawan ingkang tumuwuh, Sapa njenengaken sireki? Duk sira palakrama, Kang ngawinken iku? Sira yen bukti punika, Sapandulang yen tan weruha, sayekti. Jalma durung utama.
Artinya:
Dan sastra indah-utama berapa jumlahnya,/
Kitab Al-Quran berapa sastranya,/
Perempuan dan laki-laki utama ada berapa jodohnya?/dan berapa jumlahnya yang tumbuh?/
Siapa yang memberi nama kepadamu?/Waktu kamu kawin./Siapa yang mengawinkan?/Kalau makan siapa yang menyuapi?/
Jika belum mengetahuinya, sebenarnya/Belum menjadi manusia yang utama.
Lawan angangsu pikulan warih,
Amek geni pan nganggo dedamar,
Kodhok angemuli lenge,
Rangka manjing ing dhuwung,
Miwah baita mot ing jladri,
Kuda ngrap ing pandengan.
Lan gigiring punglu,
Tapake kuntul anglayang,
Kakang mbarep miwah adhine wuragil. Tunjung tanpa selaga.
Artinya:
Mencari air membawa sepikul air,/
Mencari api membawa pelita (damar),/
Katak menyelubungi liangnya,/
Sarung masuk ke dalam keris,/dan sampan berisi samudera,/
Kuda melonjak dimuka pandangan,/
Punggung peluru, dimana?/
Bekas kuntul yang melayang-layang,/
Kakak si sulung, adik si bungsu,/Teratai tak berselaga.
Lawan siti pinendhem ing bumi,
Miwah tirta kinum jroning toya,
Lawan srengenge pinepe,
Lawan geni tinunu,
Pan walanjar dereng akrami,
Prawan adarbe suta,
Ndhog bisa kaluruk,
Jejaka rabine papat,
Pan wong mangan saben dina-dina ngelih,
Lawan mangan sapisan (pan wus marem).
Artinya:
Dan tanah tertanam dalam bumi,/
Atau air terendam dalam laut,/
Matahari dijemur,/
Dan api terbakar (ditunu),/
Janda belum pernah kawin,/
Dara (gadis) berputera,/
Telur dapat berkokok,/
Bujang beristeri empat,/
Orang makan sehari-hari lapar,/
Dan makan sekali (sudah puas).
KAnggit : Ki Ageng Selo
Selengkapnya...

Serat Purwaka

Manawi kita gagas-gagas, lampahing ngagesang punika kenging winastan karoban dening panyêluding wisaya. Boten rumiyin, boten sapunika, boten rampung-rampung, tansah sami cocongkrahan, labêt sami rêbat lêrês dhatêng gagandhulan tuwin tekadipun piyambak-piyambak.
Wisaya punika wontên ingkang gampil kasumuruban, lan wontên ingkang botên gampil anggenipun nyumêrêbi. Wisaning sawêr botên sanes namung dumunung wontên ing untu, lan panyêmburipun. Wisaning kalabang lan kalajêngking wonten ing êntupipun. Ananging ing samangke, lah dumunung wontên ing pundi, menggah wisaning sadaya s^erat-sêrat piwulang, ingkang sampun sumebar dados wawaosianing ngakathah? Punika botên sanes kajawi dumunung wontên ing pangertosan kita pribadi.
Kados pundi ing jagad, kawontênan panggêlaring piwulang ingkang sami kasêbut ing sêrat-sêrat, punapa inggih wontên pigunanipun ingkang langkung agêng tumrap ing gêsang kita, murih tata têntrêm lan karaharjan? Lha punika nyumanggakakên, amargi piwulang kasêbut ing dalêm sêrat-sêrat wau, sagêd nuwuhakên pangertosan warni kalih, sapisan: pengêrtosan ingkang ngênggeni wontên ing sasananing kalêrêsan. Dene ingkang kaping kalih: pangertosan ingkang ngênggeni wontên ing panasaran.
Manawi kita sagêd mangêrtos nampeni suraosing piwulang wau, punika kados dene kita manggih usada ingkang sampun sumêrêb abên-abênan lan tumanjanipun. Manawi makatên sampun tamtu kita sagêd manggih kawilujêngan lan kemulyan. Kosokwangsulipun pangertosan kita ingkang saking sêrêp panampinipun, punika kados dene kita manggih usada ingkang abên-abênan tuwin tumanjanipun dereng kita sumêrêbi. Ingkang makatên punika sagêd ugi andadosakên ing wisaya. Langkung-langkung yen pangêrtosan ingkang sêling sêrêp panampinipun wau, lajêng katularakên ing ngasanes, sarana lesan utawi sarana sêrat-sêrat, sampun tamtu badhe langkung agêng ing wisayanipun.
Kasêbut ing sêrat Paniti Sastra bab 10 ungêlipun makatên: ingkang dados wisaning tiyang nêdha punika bilih kirang telatos pamamahing têtêdhan, yen botên lêmbut ingkang dipun têdha yêkti dados sêsakit. Mênggah pikajênganipun makatên: têmbung: tiyang nêdha, mangêrtosipun nêdha kawruh. Pamamahing têtêdhan: pikajênganipun: panyuraosing kawruh. Mênggah gamblangipun makatên: tiyang ngudi kawruh punika kêdah telatos panyuraosipun, murih mangêrtos ing lair batos. Sêbab yen botên makatên, kawruh ingkang sajatosipun langkung miraos tumrap raosing manah, botên siwah kadidena raosing madu pinasthika, têmah lajêng malik garêmbyang dados raos pait asêngak kadidene tuwak sajêng ingkang angêndêmi, ing wusana lajêng andadosaên wisaning jiwa raga.
Kuwontênan ingkang makatên wau, sanyatanipun botên nama aneh, yen kita kajlungupa ing jurang panasaran. Sabab miturut panggêlaring sadaya sêrat-sêrat piwulang, punika prasasat mbotên wontên têmbung ingkang ukaranipun kadamêl prasojo, nanging wontên têmbung paribasan, pasemon, pralambang, tuwin pralampita. Dados prasasat kita sami kinen ambatang adêging cacangkriman. Dene mênggah pikajênganipun: Sapisan perlu kangge ngadegakên tuwin ngluhurakên. Kaping kalihipun pêrlu kangge dhadhasaring pamarsudi tumrap para siswa, supados tansah sami anandangakên kalimpadan alusing pambudi. Mila siswa ingkang kirang lantip, inggih botên sagêd nampeni piwulang wau..
Wontênipun sêrat ingkang kadhapur paribasan, pralampita, pasemon, tuwin pralambang upaminipun sêrat Maha Bharata. Sêrat Maha Bharata punika sêrat ingkang isi sawarnaning sadaya kawruh, kadosta kawruh kasukman, kawruh kadewan, kawruh kamanungsan, lan sanes-sanesipun. Sêrat Maha Bharata punika kaprinci dados pintên-pintên parwa, utawi perangan, utawi bageyan. Parwa isi pintên-pintên sloka.
Sarehning makaten kawontênanipun, dados manawi kita badhe nyuraos piwulang ingkang kasêbut ing Maha Bharata wau, kita kêdah ngengêti parwa lan slokanipun, yen botên makatên têmtu badhe klintu panyuraosipun. Jalaran têmbung satunggal kemawon umpami Krêsna, punika anggadhahi têgês pintên-pintên kemawon kadosta cêmêng, toya, pikir, rahsa, gêsang, lan sasaminipun miturut parwa lan slokanipun.
Piwulang kasêbut ing ngandhap punika nyimpên wêwados ingkang kadhapur kalimpadaning basa ingkang pikajênganipun asung piwulang dhatêng kita, yen sadaya pandamêl punika sayogi katindakna kanthi papadhanging angên-angên. Mênggah piwulang wau, kula udhari makatên:
1. Aja ngandêl pituturing wong, mênggah pikajênganipun: kita sampun ngandêl dhatêng pituturing tiyang ingkang botên kasêksen tuwin ingkang botên miturut dhatêng gumêlaring akal ingkang sampun sah dening para sarjana, sarta ingkang botên sagêd kasêksen dening papadhanging nalar.
2. Aja ngandêl marang wirayat kuna, amarga saka lawase, pikajênganipun têmbung: lawase = luwas = lawas = suwe = têbih = mêmêt = lêbêt, suraosipun punika sagêdipun kita ngandêl, inggih manawi kita sampun sagêd njajagi maksuding wirayat wau.
.
3. Aja ngandêl pawarta, sabab akeh wong ngandhakake, pikajênganipun sampun ngandêl pawartosipun tiyang ingkang sampun misuwur, cidra, sanadyan maneka warni kasagahanipun prayogi botên kapaelu.
4. Aja ngandêl thok waton saka layang karangane wong wicaksana ing jaman kuna. Pikajênganipun sampun ngantos ngandêl kemawon dhatêng sadaya sêrat-sêrat: kina. Awit sêrat-sêrat wau upami mungêla abrit sagêd ugi maksudipun cêmêng. Inggih sêrat ingkang makatên punika ingkang kêdah kita jingglêng maksud suraosipun. Sêbab kados atur kula ing ngajêng, yen sadaya sêrat piwulang, punika sami dhinapur pralampita, dene badharing pralampita wau muhung saking pangêrtosan kita pribadi.
5. Aja ngandêl marang gurumu lan para pandhita, amarga saka kuwasane: pikajênganipun: mrayitnani dhatêng pratingkahing para ingkang ngakên dados guru ingkang mawi papacak: kudu manut miturut, lan kudu asih trêsna marang gurumu lan marang pandhuwuranmu sabab dhudhuwuranmu, iku dadi wakile kang maha kuwasa. Lah inggih makatên wau manawi botên kita prayitnani, têmah sagêd ugi dhumawah ing kasangsaran. Dene sanyatanipun ingkang wajib asih trêsna punika ratu tumrap ing kawula, bapa biyung tumrap ing anak, guru tumrap murid. Yen sanyata asih trêsna trus ing lahir batos sampun tamtu kawula murid sami amangsul sih katrêsnan ingkang botên mawi pinarintah.
Yen kita sagêd ngugêmi piwulang nêm prakawis inggih ing ngriku punika ênggening kasunyatan, mangêrtosipun: Têtêping ulah kawruh punika, yen sagêd kanyatahan wontên pikantukipun ingkang langkung agêng ing bab: Karaharjan, Kamulyan, tuwin Katêntrêman.
…Manawi badhe maos buku punika kêdah sampun suci lahir batin, mangêrtosipun salêbêting nampi wêjangan ing dalêm buku punika kêdah kanthi panggalih ingkang têntrêm, suci, têliti, wêning. Botên kenging grusa-grusu, srakah, rêgêd ing pikir. Sadaya punika namung murih kasêmbadaning sêdya ingkang utami, awit botên klentu anggenipun nampi suraosing buku punika.
Selengkapnya...

Serat Kalimosodo

Satemene Rukun Iman iku wis ono sajerone Rukun Islam, dadi satemene kang kudu di Imani iku Rukun Islam netepi anane Rukun. Iman, iman marang Alloh, Kitab-e, Rosul-e, Malaikat-e, Dino Wekasan (Kiamat), Qodlo lan Qodar ( Takdir lan Nasib ), kudu biso kawedar ono sajerone lakune Urip anggone .mapakake anane Syahadat-e, Sholat-e, Poso-ne, Zakat-e lan Haji-ne, dadi Rukun Iman iku dadi dasar anane Rukun Islam.
1. Iman marang Alloh swt.
Iman marang anane Alloh ora amung sadermo nurut anane tembung jare, kudu biso ngudi dewe dununge Alloh, soko anane Syahadate, yen ngucap anane saksi kudu ngerti ope kang dadi wajib dedege manungso kang diangkat dadi Saksi, weruh dewe ope kang disakseni.
2. Iman marang Kitab-kitab Alloh.
Iman marang Kitab, ora sadermo biso moco lan ngerti terjemahane , kudu biso mawas kang tersurat utowo kang tersirat lan biso mapakake ono Uripe sarto , ngerteni opo kang dimaksud Pangeran nganti ngudunake / jarwakake tuntunan mau, koyo anane blegere Manungso Urip ono Jagad Royo iki, sabab opo kang dadi isine Kitab Al Qur’an Nul Karim mau yo anane isine Jagad Royo iki, sarine dadi Surat Al Fatikah yo anane wujud Manungso sarine Jagad Royo, dadi yen ngaku dedegi Umat Islam tuntunan soko Kanjeng Nabi Muhammad saw, yo kudu gelem ngakoni anane umat liyane kang isih netepi Urip sake anane laku Kitab kang luwih awal, koyo to yen isih ono Umat kang laku uripe netepi Tatanan Slamet sadurunge Kanjeng Nabi Daud as, utowo umate Kanjeng Nabi Daud as, mowo Kitab Jabur, umate Kanjeng Nabi Musa as, mowo Kitab Taurot, umate Kanjeng Nabi Isa as, mowo Kitab Injil, kabeh umat ing ngarsane Pangeran nyuwun anane ke-Slametan-e Urip yo anane Islam, Koyo anane umate Kanjeng Nabi Muhammad saw, Kang ke- Islam-anne wus kasampurnakake dene Pangeran, dadi kang kasebut Islam mau anane Umat anggone madep marang Pangerane nyuwun keslametan Uripe, biso kaperang netepi anane Ibadah, Sembahyang tan Sholat katerangake koyo ing ngisor iki :
a. Ibadah, anane Umat madep marang Pangeran sako anane Perilaku kang katindakake saben dinane, koyo wektu Umate Kanjeng Nabi Adam as, nganti satekane Umaate Kanjeng Nabi Daud as, koyo ucape para sesepuh biyen ” Ojo mlaku saliyane tindak kang becik ” , yoiku anane Ibadah.
b. Sembahyang, anane Umat madep marang Pangeran soko anane Perilaku lan Ucapan (omongan) kang katindakake saben dinane, koyo wektu Umate Kanjeng Nabi Daud as, nganti satekane Umate Kanjeng Nabi Muhammad saw, koyo ucape sesepuh biyen ” Ojo among - ngucap saliyane tembung kang apik ” , yo iku anane sembanyang.
c. Sholat, anane Umat madep marang Pangeran soko anane Perilaku, Ucapan lan Angen-angen kang katindakake saben dinane nyuwun anane keslametan Dunyo Akhirate, koyo ucape sesepuh biyen ” Ojo duwe angen - angen saliyane angen¬-angen kang becik ” , yoiku anane Sholat.
Dadi anane Umat madep marang Pangeran netepi Agomone kabagi anane soko tindak laku saben dinane ono 3 (telu) perkoro koyo ing ngisor iki :
1. Ibadah, yo Tingkahlaku dadi dasar Sembahyang ;
2. Sembahyang, yo anane Ucapan (omongan) dadi dasar Sholat;
3. Sholat, yo anane Angen-angen, jejege sake anane Sembahyang lan Ibadah.
Iman marang Kitabe Pangeran iku ono:
a. Kitab kang tinulis yo anane Kitab Garing, koyo to Kitab Jabur, Kitab Taurot, Kitab Injil, Kitab AI Qur’an Nul Karim lan sapanunggalane.
b. Kitab kang tersirat yo anane Kitab Teles, wujud sake maknane Badan saujud kite.
3. Iman marang Rosul.
Iman marang Rosul ing kono koyo iman marang Kitab :
a. Kang Garing, yo anane Kitab-kitab kang tinulis netepi ope anane lumrahe Urip, koyo kang wis kacaritakake ono sajerone Kitabe.
b. Kang Teles, ngerti anane Rosul iku sajatine Roso, sake anane Roso Rasane Urip Pangeran kang katitipake ,marang Umate, kanggo ngudi Jati Diri yo anane dedeg piadege Manungso manunggal marang Roso Urip, yo anane Roso soko Pangeran lan Umate, mengko ono beberane dewe.
4. Iman marang Malaikat.
Iman marang Malaikat, satemene kudu mangerteni yen Urip ing Jagad Royo iki ora dewe, ning akeh kang podo melu urip koyo bangsane lelembut kang pancen nyoto ono, bebarengan anane Pangeran anggone mujudake manungso, kanggo nguji imane manungso dewe-dewe, yen nganti kaliru bakal melu ono uripe lelembut mau, urip ono sajerone Alam Penasaran.
5. Iman marang Jaman Akhir.
Iman marang Dino Akhir yo Dino Pesti, yo anane Dino Wekasan, nyoto yen Manungso iku Urip ono Jagad Royo iki amung sadermo mampir ngombe disilihi Sandangan / Pangganggo, kudu ngerti ope kang dadi Wajibe Urip, Sunahe Urip, Makruhe Urip lan Larangan/Pantangan kanggo njejegi anane Urip kang Sampurno, iki wus ono sajerone Rukun Islam.
6. Iman marang Qodlo laD Qodar
Iman marang Qodlo lan Qodar, kudu mangerteni yen Uripe Manungso iku katulisake ono sajerone Kitab kang nyoto, Qodlo iku katulis ono sajerone Takdir Urip yo anane Tuntunane Urip ono Jagad Royo, sapo kang biso netepi anane Takdir Uripe bakal nemu Mulyo Dunyo - Akhirate, Qodar iku katulis ono sajerone Nasib Urip, jarwane opo kang dialami ono sajerone Uripe, iku wujud soko tindak - laku kang katindakake wus adoh soko anane Tuntunane Urip kang samestine, nyatane yen arep ono opo-opo Pangeran mesti maringi tondo luwih disik, dadi sing Eling biso netepi Takdire, yen Lali yo ono sajerone Nasibe.
Maknane Syahadat, yen karasakake ono sajerone netepi Wajibe Urip kang kudu dilakoni krona Alloh, ono sajerone urip ing Alam Dunyo, yen biso kabeberake iku kiro¬kiro koyo ing ngisor iki :
a. Urip iku umpamane 100% (satus persen) kuwajiban soko Alloh;
b. Syahadat amung ono 95% soko Urip;
c. Sholat amung ono 5% ( limang persen ) soko Urip;
d. Poso amung ono seperapate soko Sholat;
e. Zakat amung ono sapertelone poso;
f. Haji amung ono separohne Zakat.
Ing ngisor iki ono pituture leluhur menowo dedeg wajibe lan larangan kang dumunung ono Rukun Islam kang kudu di Imani kacaritakake koyo ing ngisor iki :
a. Syahadat : Anane Mahayu Hayuning Bawono cilike Keluarga, larangane Madon ;
b. Sholat : Anetepi angen angen kang becik,’ ndedegi Pamikiran kang Agung netepi anane Sastro Jendro Hayuningrat kanggo ngudi laku kang becik, larangane Madat ;
c. Poso : Kuoso nota Rasane Urip, maknane ngerti manowo Urip amung sadermo nglakoni, yen wistiti wancine ora nggowo opo-opo, kabeh anane soko panyuwunan kanggo nyukupi kebutuhan keluargane kang wujud soko ngunggulake Drajat Urip keluargane, larangane Mabuk ;
d. Zakat : Madep mantep marang kuasane Gusti anggone njogo Kanugrahaan lan Rakhmat Pangeran marang barang Pribadi, anane ngluhurake Asmo larangane Main;
e. Haji : Tegen anggone mapakake Roso yo anane kumpule Urip Roso Pribadi marang Kuasane Urip Pangerane, kuoso njogo arum gandane asmo ono sajerone Urip, larangane Maling.
Yen gelem ngudi kaluhurane Urip ing Alam Dunyo tumekane Alam Akhir koyo unine ayat ”Robbanaa aatinaa fid dunyaa hasanataw wafil aakhiroti hasanataw wa qinaa adzaaban naar” , kanti sabenere Manungso kudu mangerteni, lan mapakake opo sabenere Kalimat Syahadat iku, yen ora kaliru koyo kagambarake ing ngisor iki :
” Laa ilaaha illallahu Muhammadur Rasuulullah” ketemu anane :
1. HU mujudake anane Nur Illahi ;
2. Nur Illahi mujudake anane: a. Nur Muhammad,
b. Asma Alloh ono 99 Asmo lan Sifat Alloh ono 20 Sifat;
3. Nur Muhammad, Asmo lan Sifat Alloh mujudake anane Alam Dunyo saisine, yo anane Kitab AI Qur’an Nul Karim bebere wujud dadi Jagad Royo, sarine Kitab Al Qur’an Nul Karim bebere wujud anane Surat Al Fatikah, Surat Al Fatikah wujude makna dadi Badan Jasmani kito yo anane Jagad Dumadi, kang samestine isine Jagad Royo iku podo lan memper karo isine Jagad Dumadi yo anane Badan Jasad yo Badan Jasmani kito.
Ing kono Manungso bakal nemahi anane Urip lan Pati, mangerteni sejatine sopo kang Urip lan sopo kang Mati, biso kaematake koyo fig ngisor iki :
U r i p :
a. Arahe nunggal nyawiji, anane Tauhit, wujude urip Ikhlas - Sabar, koyo anane napas kito, gegambarane nafas wektu ono sajabane irung iku anane HU, yen wis ono sajerone irung nganti tekan gulu iku anane Allah, bareng ono sajerone dodo lan sateruse iku anane Urip kito soko Kanugrahane Pangeran yo biso kasebut wenange Pangeran wus kanugrahake dadi wenange Umat;
b. Sampurnane margo soko ngabekti marang Kaluargane, ngerteni yen Manungso ora biso wujud tanpo anane Bopo-Biyung kang kasebut Pangeran Katon, wujude toto - tentrem kasembadan kabutuhane.
c. Mulyane margo wus ketekan kekarepane, wujude biso nunggal marang Jatine Urip soko netepi Pangangen - angene nunggal marang panyuwunan ketemu keluhurane yo mapan ono sajerone Baitullah.
PAKUBUMI TANAH JOWO.
Ono sawijine tetenger soko Pinisepuh kang ono Gunung Tidar, wujud Tenger Pal pratelon mowo Sandi aksoro Jowo So kang kapendem saduwure Puncak kasebut Paku Bumi Tanah Jowo, mowo aran Nyi Ratu Roro Mangli, aksoro Jowo So mau ono 3 (te1u). aksara, yen ora keliru mowo maksud koyo ing ngisor iki :
a. Kang sapisan aksoro SO-l mowo maksud Sastro, kang wujud ono sajerone bebere Ponang Jabang Bayi kang isih ono sajerone kandutan si Biyung iku anane Sastro, yo kasebut Garis Panguripane si Jabang Bayi, anane Sastro sajabane Garis Takdir lan Nasib.
b. Kang kapindo aksoro SO-2 mowo maksud Sugih, kang mujudake anane dedege Ratu Rumah Tangga yo Ibu Rumah Tangga unine Sugih, Sugih iku titi wancine Panyuwunane si Biyung wektu ndedege isi kang kasebut Purborangrang kanggo Anak Bojo lan Putune, biso nyukupi kabutuhane kaluargane.
c. Kang kaping telu aksoro SO-3 mowo maksud Sandi, kang wujud ono sajerone lambe barange wong wadon, anarik rasane si kakung (lanang) kasebut Sandi yo anane Wadi, asline wujud sake buah Quldi, awal anane Roso kang biso mujudake anunggale Rasane Pangeran. Sandi yo Wadi iku Rasane Pangeran kang dumunung ono Manungso, kudu biso nunggal misah Roso Rasane Manungso kalawan Roso kang kasinungan Rasane Pangeran yo anane Roso Rasane urip Manungso Sejati, njejegi anane Kawulo marang Gustine.
Tetengeran mau kasebut aran Nyi Ratu Mangli, aran mau anane tembung sanepan kang mowo maksud kurang luwih Ojo Pangling utowo Lali, manowo Urip sajatine wis ono kang nota lan ngersakake, Manungso among sadermo anglakoni.
Sake tatanan mau kite bakal mangerteni awal anane Pangeran anggone mujudake Manungso, netepi :
A. Tatanan aksoro SO-1. koyo ing ngisor iki :
1. Wektu Wiji sake Bopo lan Biyung ketemu ing keno Pangeran ngudunake Wahyu Nungkat Gaib, yo anane Wiji Kang Samar, kang wujud sake Roso Rasane Pangeran, wujude Wahyu Gaib mujudakake anane ROSO KANG AWAL sake anane Manungso;
2. Wiji mau banjur wujud setetes Getih yo anane Rah, ing keno Pangeran ngudunake ROH, yen satemene yo ing wektu iku Pangeran nyiptakake anane Bongso JIN, setetes Getih mau banjur wujud dadi segumpal Getih, ing wektu iku anane Alame SETAN - IBLIS ;
3. Soko segumpal Getih banjur wujud dadi Segumpal Daging, ing kono Pangeran ngudunake NYOWO bebarengan mapakake anane Wahyu Doyo Gaib, kang satemene Pangeran nyiptakake anane Bongso MALAIKAT ;
4. Sabanjure segumpal Daging wujud gegambaran Bayi soko anane Pangeran mujudakake “Sungging Purbangkoro” kang satemene soko anane Neptu Gaib mujudake anane SASTRO, yen ing Kuno biso kasebut ” Sastro Jendro Hayuningrat; Mahayu Hayu ning Bawono ” , yo anane Dino Pesti ;
5. Gegambaran Bayi banjur wujud anane Bayi kang sampurno, ing kono Pangeran mapakake anane ATMO yo anane Alame ASMO, Asmo kang wujud soko anane LELUHURE ;
6. Bayi lahir Sampurno, ing kono soko anane Wahyu Panguasane Gaib, yo mudune Kanugrahaane Pangeran kang wujud Sukmo, yo anane Uripe si Bayi, bayi banjur ngekarake derijine nuduhake yen Wahyu Neptu Gaib wus nunggal nyawiji, ing kono asline Pangeran ngudunake Wahyu Nungkat Gaib wus nunggal wujud ono sajerone badan saujude si jabang bayi, satemene Wahyu Nungkat Gaib mau wujud soko anane Nur Muhammad, kang bakal wujud dadi Nurcahyo yo Drajat Urip si Bayi.
Yen nurut gegambaran soko Surat Al Fatikah :
1. Ayat 1, ayat 2 lan ayat 3 ing kono anane Sukmo-yo Urip nguripi Umate ; soko Pujine Jagad
Royo marang Pangeran kerso ngudunake Umate ing Alam Dunyo, krona Welas - Asih kanggo netepi Kratonan Jagad Royo, Manungso Kawenangake dadi kalifah ing Alam Dunyo, manowo sampurno Syahadate, bab iki kang wenang amung Pangeran.
2. Ayat 4 fig kono satemene anane Jiwo, soko wujud nunggal nyawiji anane :
a. Atmo yo alame Asmo netepi leluhure wektu Urip.
b. Nyowo yo alame Tetanduran mujudake Rojo Kayon mapane Bebalungan.
c. Roh yo alame Kekewanan, mapan ono Rah - Getih, banjur sumrambah ono Badan Jasmani saujud mowo tandane Urip.
Nuduhake manowo soko Kersane Pangeran Manungso iku wewujudan soko nunggale :
a. Rah yo alame Kekewanan dadi Rajane Kekewanan.
b. Roh yo alame Jin-setan dadi Rajane Jin - Setan.
c. Nyowo alame Tetanduran dadi Rajane Rojo Kayon yo anane alame Malaikat.
d. Atmo yo alarne LeIuhur, wenang nyarnpumake; patine LeIuhure. Bab iki anane wenange Pangeran kawenangake dadi wenange Umate.
3. Ayat 5, ayat 6, ayat 7 ing kono anane Roso kang awal yo Roso Rasane Pangeran, kanggo mujudake Roso Rasane Manungso, yen antuk Makrifate Al Fatikah bakal mujudake anane Roso Rasane Urip Manungso Sejati, margo soko UIah-Laku Umat anggone netepi Urip ono ing Alam Dunyo, lan biso mangerteni anane ke Dholiman ora nunggal marang Uripe, dadi wenange Umat, kang satemene bebering Roso iku biso kapilah ono:
a. Roso kang awal yo Roso Rasane Pangeran, kang nuntun sawemane Roso.
b. Roso kang soko anane Alarn yo anane Roso Sejati - Sejatine Roso.
c. Roso kang soko anane Poncodriyo, yo anane Roso soko babahan Howo Songo .
d. Roso Kang soko anane Sifat Aluarnah, Mutmainah, Amarah, Supiyah.
e. Roso soko Alam, Poncodriyo Ian Sifat yen kakumpulake banjur biso wujud dadi Roso Rumongso.
f. Kabeh Roso mau yen biso katunggalake nyawiji banjur wujud dadi Roso Rasane Urip Manungso Sejati.
B. Tatanan Aksoro SO-2 koyo ing ngisor iki :
Kang dimaksud Sugih, ing kene netepi anane Uripe Manungso kang wis biso mapakake Janjine Pangeran yo anane Urip Jejodohan, Sarnpumo mapakake Rasane Urip yo mekare ( makrifat ) Syahadate, bakal nemahi Kamulyane Urip yo anane soko bekti marang Wongtuwo sakloron, Morotuwo sakloron wujud dadi anane Pepuden ing lumrahe kasebut Punden Kang samestine ing wektu iku anane Pangeran mujudake dedeg piadege Wahyu Purbojati, Wahyu Purborangrang, Wahyu Purbosari.
a. Wahyu Purbojati anane wektu si kakung mujudake dedeg piadeg dadi Kepala KeIuarga.
b. Wahyu Purborangrang anane wektu si isteri mujudake dedeg piadeg dadi Ratu Rumah Tangga.
c. Wahyu Purbosari wujud soko panyuwunan si Kakung lan isteri marang Pangerane mujudake anane anak lan dunyo brono, kang satemene ono mudune Wahyu Jodoh, Wahyu Drajat, Wahyu Rejeki kang kasebut anane Wahyu Dorodasih.
C. Tatanan aksoro SO-3 koyo ing ngisor iki :
Kang dimaksud Sandi utowo Wadi iku satemene dedeg piadege ROSO netepi ono Rasane Pangeran, anane Wiji Kang Samar yo Wahyu Nungkat Gaib, mapane ono sajerone Lambe Barange Wong Wadon krona anane buah Quldi, awal anane kedholirnan, kamongko sapo bae yen netepi Among Nunggal Roso ( Senggomo ) yen ora kaawali sake anane Syahadat ing keno iku kalebu laku DHOLIM, kadadeyane bakal anane rusake Jagad Royo, yen kabeh podo ora ngerti maknane Syahadat (isine Jodoh) ono Uripe bakal anane Kiamat.
Satemene Sandi lan Wadi mau ono soko Lakune Pangeran, kang Nglakoni Umate, ning ora kabeh laku Among Nunggal Roso kedunungan Sandi lan Wadi, yen kajarwakake mowo maksud Among Nunggal Roso iku satemene laku ono sajerone Sifat Dholim kang samar.
I. DINO LAN PASARAN
Iki tatanan kang nuduhake arahe Urip kang kawoco sake anane Dino lan Pasaran, kang kawoco soko anane tatanan Neptu Go’ib ono ing Dino :
1 Jum’at Wage = Jowo,
2 Ahad Lagi = Allah,
3 Seloso Pen = Sapo, koyo kasebut ing ngisor iki:
I. Jum’at Wage
= Jumat
: huruf awal Jo =- neptune = 6
Neptu = 10 = Wage : hurul awal Wo - neptune = 4
Yen huruf awal kajumbuhake muni Jowo, kang mowo maksud hakekate Urip, yo maknane Urip, dadi kang dimaksud Jowo iku yo manungso kang ngerteni Sejatine Urip ing Alam Dunyo, ngerti anane Islam yo Slamete Urip ono ing Alam Dunyo yen ora kaliru ngerti bebere Kitab Layang Kalimosodo yo anane Syahadat kang turun ono Tanah Jowo dadi tuntunan anane serat Sastro Jendro Hayuningrat, Mahayu Hayuning Bawono, yo tuntunan Urip marang Perilaku kang nuduhake anane Hak lan Wajibe Urip, dadi kang kamaksud Jowo ing kene dudu Pawongan Kang lahir ono ing tanah Jowo utowo Suku Jowo.
Jumat Wage, Ahad Legi, Seloso Pen kabeh Neptune yen kagunggung ono neptu 10 anuduhake anane kabeh kang wis Kaciptakake dene Pangeran ing Alam Dunyo iki yen kagunggung nurut kasatuanne yo among ono 10 macem koyo kasebut ing ngisor iki :
1. Lemah / tanah 6. Tetanduran
2. Banyu 7. Kekewanan
3. Geni 8. Jin, Setan, Iblis, lelembut
4. Angin 9. Malaikat
5. Watu/Bebatuan ( Wesi, emas, 10. Pawongan (Wong, Tiyang, Manungso)
Yen Jum’at neptu 6 ing kono anane soko rukun Iman, yo biso kasebut soko anane wadah, dadi Dino iku mujudake wadah, lan yen Wage neptu 4 ing kono anane sedulur 4, yo anane isi, dadi Pasaran mujudake isi. Kaumpakake Wadah iku Jasad, isi iku Rogo, ing kono iku ketemu :
- Wadah = Jasad anane Badan Kasar - Jagad Royo - Kitab AI Qur’an
- Isi = Rogo anane Badan Alus - Jagad Dumadi - AI Fatikah.
Manowo kawoco soko gebyar lan gumelare Jagad salumrahe, ing kono ketemu anane dedeg piadege Wahyune Kaluarga kang dadi isine wujud Wahyu Purbo Jati, Wahyu Purbo Rangrang mujudake anane Wahyu Purbo Sari, kang nyoto wujud soko isine Neptu 6 ono ing Dino Jum’at wujud dadi :
1. Kemanten sakloron = 2
2. Wongtuo sakloron = 2
3. Morotuo sakloron = 2, yen kagunggung kabeh ono 6.
yen ing Pasaran Wage wujud soko anane
1. Sandang - pangan.
2. Papan - Pomahan.
3. Anak, Dunyobrono.
4. Luhure Kaluarga, yo isine Keluarga Sakinah “ma Warda wa Rohma yo anane Drajat Dunyo – Akhirat.
Yo ing isine dino Jum’at Wage iki awal bebere Kalimah Syahadat awal dedeg ¬adage Islam ono sajroning Ati - Nurani Manlingso.
Yen Jum’at neptu 6 ing kono anane rukun Iman, lan yen Wage neptu 4 ing kono ugo biso kagambarake cagak 4 utowo awal anane anasir 4 perkoro yo anane Bumi, Banyu, Geni lan Angin, anane Manungso manembah marang Pangerane soko Percoyo - Yakin - Iman marang Rukun Iman :
1. Allah, ono anane, kabeh wujud soko Kekarepan - Kehendak kang Nyoto Tulisane.
2. Kitab, a. ganng : a. Kitab Jabur - Nabi Daud as.
b. Kitab Taurot - Nabi Musa as.
c. Kitab Injil - Nabi Isa as.
d. Kitab Alqur’an - Nabi Muhammad saw.
b. teles : a. Garis Takdir, katulis among sepisan ora kaambalan maneh.
b. Garis Nasib katuIis soko Tindak Laku, Pakaryan lan obah - musike Kekarepan Urip Manungso.
3. Nabi Lan Rasul
4. MaIaikat, Jin - setan
5. Kiamat, Hari Akhir
6. Qodlo - Qadar, anane Takdir -Nasib wujude hukum Sebab - Akibat.
Cagak 4 wujud soko Anasir awaI, yoiku Lemah/Tanah, Banyu, Geni lan Angin kang nuwuhake anane :
a. LemahjTanah netepi Sifat Aluamah, anane Sabar - Narimo, wujud uripe soko kagowo Serakah
b. Banyu netepi Sifat Mutmainah, anane Adil, timbang Pamikirane, wujud uripe soko kagowo Iri – Drengki.
c. Geni netepi Sifat Amarah, anane Perkoso, anduweni Doyo - kekuatan, wujud uripe soko kagowo Murko – Nesu.
d. Angin netepi Sifat Supiyah, anane Adek Pribadi - Mandiri, wujud uripe soko kagowo Sombong – Angkuh.
Kaumpamakake Iman iku Kusir, Cagak 4 (papat) iku Jaran 4 (papat), kang playune nurut kekarepane dewe-dewe, sing kelir ireng playune ngalor tok, sing kelir putih playune ngetan tok, sing kelir abang playune ngidul tok, sing kelir kuning playune ngulon tok, Bendi-ne wujud soko anane Badan, Playune wujud soko Ragane tujuane netepi anane kekarepan.
Dino Jum’at dadi dino kekeran poro Nabi - WaIi, nyoto soko anane Sholat sunat Jum’at, ing kono margo soko Kanugrahane Pangeran Kang Moho Agung, kanggo Umate supoyo gelem Eling marang anane Tatanan Urip Bebrayan ing Alam Dunyo.
II. Ahad Legi : Ahad : huruf awal A - Neptune = 5
Neptu 10 : Legi : huruf awal LA - Neptune = 5
Yen huruf awal kajumbuhake muni Allah yo anane Pangeran, manungso wajib ngawruhi sopo sejatine Pangerane, ing dino Ahad Legi iki anane awal mbukak kawruh kang wis kasebut ono sajrone wawasan Ahad Legi.
Ahad neptu 5 gegambaran soko sedulur Papat ke Limo Pancer, wujud nunggal dadi Badan Kasar, kasebut njobo.
Legi Neptu 5, ono anane njero yo Badan Alus wujud soko anane :
1. Roso : soko Sifat Aluamah, Mutmainah, Arnarah, Supiyah, lsp.
2. Roh : soko manunggale Uripe Kekewanan.
3. Nyowo : soko manunggale Uripe Kekayonan yo Tetanduran.
4. Atmo : soko Gondo Arum Asmane ( sampurnane Budi - Luhur / Ahlak yang terpuji Umat ) alame Asmo Leluhure.
5. Sukmo : soko Kanugrahane Pangeran.
Ing ngisor iki satemene anane tatanan Roso kang dumunung ono sajrorie Badan saujude Manungso :
A. Roso : 1. Rasana Pangerane.
2. Roso Sejati yo Sejatine Roso, Roso kang wujud soko manunggale Roso Rasane Jagad Dumadi marang Roso Rasane Jagad Royo koyo to:
a. Uyah iku asin, asin durung mesti anane uyah,
b. Gulo iku legi, Legi durung mesti anane gulo,
c. Asem iku kecut, kecut durung mesti anane asem.
3. Roso Poncodriyo
a. Pangroso /Pangucap,
b. Panggondo,
c. Pandulu, d. Pangrungu,
e. Pangrobo.
4. Roso kang wujud soko anane manunggale Roso Sifat Aluamah, Mutmainah, Amarah, Supiyah.
5. Rasane Umat yo anane Roso Rumongso kang wujud soko kemampuane Umat anggone nunggalake Roso Rasane Pangeran, Roso Poncodriyo, Roso Sejati - Sejatine Roso, Roso soko anane Sifat Aluamah, Mutmainah, Amarah, Supiyah wujud nunggal ono ing anane Laku yo anane Tingkah Laku Budi Howo saben dinane kang bakal mujudake anane Akhlak kang minulyo.
6. Roso Rasane Urip Manungso Sejati, wujud soko nunggal nyawiji anane sakabehe Roso kang kasebut ing duwur mau.
Soko kawruh kang wis kabeber ing duwur, kito biso anglakoni nunggalake Rasane Umat wujud nunggal marang Rasane Pangeran sake wujud jumbuhe angen-angen lan nunggale kekarepan.
A. Roh : Roh iku Uripe Kekewanan kang nunggal marang Badan saujude Manungso, ananne Kanugrahan soko Pangeran kanggo netepi Serat Sastro Jendro Hayuningrat, Mahayu Hayu Ning Bawono.
B. Nyowo : Nyowo anane Uripe Tetukulan / Tetanduran kang nunggal marang Badan saujude Manungso, anane Kanugrahan sake Pangeran kanggo netepi wajib mapakake Serat Sastro Jendro Hayu Ningrat, Mahayu Hayu ning Bawono.
C. Atmo : Atmo iku Alame Asmo, wujud nunggal marang Manungso sake Dino kalahirane lan tetengeran yo Jeneng yo Aran kang sinebut sake Wongtuwane, kang kudu rinekso Manungsane supoyo biso anggondo Arum.
D. Sukmo : Sukmo yo anane tetengeran soko Pangerane kanggo papan nunggale Kawulo Gustine.
Soko katerangan ing duwur mall manungso biso njupuk Hak sake Pangeran yen manungso mau wis biso nglakoni kang dadi wajibe, yo soko wis biso anglakoni anane Mahayu Hayuning Bawono.
Roh iku Uripe Kekewanan kang nunggal marang Badan saujude Manungso, anane Kanugrahan sake Pangeran kanggo netepi wajib mapakake Serat Sastro Jendro Hayu Ningrat, Mahayu Hayu ning Bawono.
Ahad Legi yo biso kawoco A iku anane Ho lan Le iku anane La koyo kasebut ing ngisor iki :
1. A – Aku : Aku anane Pangeran, kang mengku anane Kitab Serat Layang Kalimosodo,
2. La – Laku : Laku, lakune Manungso ono sajrone bebering Kitab Serat Layang Kalimosodo,
Pangeran kang mengku Karep nunggal marang Kekarepanne Manungso mujudake gegayuhan kang kinarepake manungsane.
Kang biso nunggalake lan ngerteni wektu Badan Kasar nunggal marang Badan Alus kudu biso netepi anane Wahyu Trias Wiji yoiku sake :
a. Tekun, anane nota nafase,
b. Temen, anane tingkah lakune,
c. Teliti, marang satindak - laku lan obah musike kahanan,
d. Awas, marang anane Gudo - Cuba - Pengaruh - Gangguan,
e. Sabar, marang sepapadane Urip.
Bakal biso ketemu marang Alam Kelanggengane yo Mulyane Urip ing tembe.
III. Seloso Pon : Seloso : huruf awal So - Neptune = 3
Neptu 10 : Pon : huruf awal Po - Neptune = 7
Yen huruf awal kajumbuhake unine Sapo, ing kene mowo maksud Manungso wajib ngawruhi sapo Sejatine Pangerane lan sapo Sejatine Manungso, opo kekarepanane Pangeran kanti sake Kanugrahane Manungso mudun Urip ing Alam Dunyo, opo kang dadi Hak-e Manungso ing Alam Dunyo lan opo kang dadi Kewajibane Urip ing Alam Dunyo.
Sejatine Pangeran lan Sejatine Manungso yen ora kaliru kasebut koyo ing ngisor iki:
1. Dzat-e Hu ayang-ayangane wujud dadi Dzat-e Alloh yo kasebut Dzat-e Pangeran.
2. Dzat-e Alloh yo kasebut Dzat-e Pangeran, ayang-ayangane wujud dadi Nur Muhamnlad yo kasebut Wahyu I Sukmane Jagad Royo.
3. Nur Muhammad yo kasebut Wahyu / Sukmane Jagad Royo, ayang-ayangane wujud nunggal dadi Jasad, sake Kanugrahane Pangeran dadi Badan saujud-e Manungso.
Koyo wektu Pangeran nyipto anane Kanjeng Nabi Adam as., sake ruwet ¬krenteg-e Urip, Pangeran nyipto anane Ibu Howo kanggo netepi Sampumane Urip Manungso, sake Sampurnane Urip Manungso kanggo netepi Gumelare Urip, Kanjeng Nabi Adam as. lan Ibu Howo kaudunake ono ing Alam Padang yo anane Alam Dunyo soko Kanugrahane Pangeran.
Soko kaweruh ing duwur, ing keno ono anane sarine Gumelare Drip kang awal koyo ing ngisor iki :
1. Hu netepi anane Alloh, banjur Nur Muhammad netepi isine Jagad Royo, banjur anane Manungso. Ing keno ketemu anane ongko 3, kang dadi Neptune Dino Seloso, yo anane Wadah Panyuwunan.
2. Netepi anane Gumelare Urip ing Alam Dunyo turun remuntun ketemu anane, Cukul - Ngendok - Manak, ing kene ketemu ugo anane ongko 3, kang dadi Neptune Dino Seloso.
Satemene Pangeran ora anduweni Karep opo - opo sake anane Manungso, amung ing keno ono anane Geter-e Urip, kang katuntun sake anane Serat Layang Kalimosodo, Kanugrahane Pangeran kanggo adeg - dedeg Urip Bebrayan ing Alam Dunyo, netepi Gumelare Urip Manungso.
Soko Geter-e Urip lan anane Serat Layang Kalimosodo, ing keno wis wujud anane Hak kang ono anane soko lakune Urip Manungso, katuntunake sake Kanugrahane Pangeran ono ing :
1. Serat Al Fatikah, satemene wujud Pasemon sake Lakune Urip Manungso, “kanggo netepi Urip Bebrayan ing Alam Dunyo, netepi Wajib-e Urip koyo ing Serat Sastro Jendro Hayu Ninggrat, Mahayu Hayu ning Bawovo, kang utomo Tapak Laku yo obah - mosike Budi - Howo ono ayat ” Ihdinash shirothol mustaqim ” lan ” Ghairil magdhuubi ‘alaihim wa ladhdhaalliin “, ing Serat Al Fatikah iki ketemu anane ongko 7, soko anane ayat Serat Al Fatikah kang dadi Neptune Pasaran Pon yo ono ongko 7, netepi wujud isine Urip yo Drajat-e Urip ing ngarsane Pangerane.
2. Do’a Sapu Jagad ” Robbanaa aatinaa fid dun-yaa hasanataw wa fil aakhiroti hasanataw wa qinaa ‘adzaaban naar ” ing kene soko isine maksud dadi arahe Urip Manungso ing ngarsane Pangeran, Slamet Dunyo - Slamet Akhirat, soko anane Slamet Akhirat ono ongko 7 kang nyebutake anane Swargo lapis 7 Neroko lapis 7. ongko 7 dadi isine neptu Pasaran Pon, yo anane arahe isine Urip.
Soko anane kawruh ing duwur, kang nerangake anane Urip lan Pati, nerangake anane Tatanan Slamet yo anane Tatanan Islam.
M a t i
a. Papane Ikhlas, ketemu Lego - legowo.
b. Sampurnane ono 5 perkoro :
1. Sing mati Poncodriyo.
2. Kang teko Pesti.
3. Kang lunggo Sukmo.
4. Kang bali Jasad/Badan/Dzat.
5. Kang ditinggal Asmo.
c. Sesebutane iku ono 4 perkoro :
1. Mati manyasar.
2. Mati manyusup.
3. Mati manitis.
4. Mati manatas.
Anane gegambaran mau biso kawoco manowo Pangeran anggone nyipto Manungso ora sadermo ” Kun fayakun “, mbutuhake wektu yo anane Neptu kang jlimet koyo Kersane, amarga Manungso kadadekake Kholifah / Pemimpin ing Alam Dunyo, sapo kang kliru anggone nemtokake anane Urip yo ketemu ke1iru anggone mbalik marang asale.
Koyo salah sijine carito kang keno kaematake ono ing ngisor iki :
Wektu Kanjeng Nabi Muhammad saw ono sajroning Mi’raj, Pangeran ngandikan soko walike Tirai / tabir,. Tirai / tabir iku anane soko asta / tangan sak kloron, sak temene kang kasebut Tirai / tabir iku sajatine yo anane Kalimah Syahadat yo Kitab Layang Kalimosodo, dunung ono epek-epek tangan kiwo lan tengen, nulis pakaryane, sarto epek-epek suku / sikil kiwo- tengen kanggo nulis tingkah-laku kang katindakake saben dino, supoyo kito Urip ono sajeroning Alam Dunyo iki biso tansah waspodo tan ngati-ati, koyo kang kasebut ing ngisor iki :
1. Ati-ati ojo gumampang ndedegi urip ing Alam Dunyo ( Marcopodo - ono tengah), amarga anane urip ing clam dunyo kudu biso njejegi sifat adil, kuwoso ngatur urip pribadi soko bebering Kalimah Syahadat yo Kitab Layang Kalimosodo, supoyo ora gampang keblidru marang samubarang kang durung mesti anane, amarga Kalimah Syahadat yo Kitab Layang Kalimosodo iku sejatine Tulisan Takdir kito kang wus dikersakake netepi Kamulyane Drip, yen Tulisan Nasib amarga soko kito mburu Nepsu lan keblidru marang samubarang kang durung mesti anane amarga kurang Imane.
2. Kang katoto ono tengah sajatine dedeg bebering Kitab Layang Kalimosodo, yo anane Kahanan Drip kito Pribadi ono lakune Urip, lakune Urip nunggalake anane Jagat Royo marang Jagat Dumadi sampurno wujud sajerone ono anane Alam Kelanggengan .
3. Amargo anane Urip iku kudu mangerteni Dedeg Urip Pridadi marang Dedeg Uripe Kaluargo kaembanake marang Wujud Gumebyar gelar Cahyone Urip, yo anane Kawibawan kito Pribadi
4. Urip Pribadi mangerteni sapo sing njaluk mangan-ngombe, ono kadedayan ope sajrone mangan lan ngombe, sarto wujud ngrungkepi rage dapi ope ?
a. Sing njaluk mangan lan ngombe iku anane Aluamah sifate Bumi, kudu biso rumekso Uripe, anane wujud kuoso nyukulake wiji kekarepan lan biso nyukupiopo kang dadi isine pangangen - angen sarto mujudake ono anane Gumelare Urip, mapake anane Sifat Gusti Kang Moho Suci kang asifat Jalal, yo dedege Gusti Kang Moho Agung, kuoso ngayomi Urip Pribadi, Urip Kaluargane.
b. Sing mangan lan ngombe iku anane Mutmainah sifate Banyu, kudu biso ndedegi kuwasane Gusti Kang Moho Adil, ora gampang kasemsem marang ka¬indahane Jagat Royo, ora melik marang barang kang durung mesti Hak anane, mapakake Sifat Gusti Kang Moho Suci kang asifat Jamal, mumpuni gawe ka-¬Elokane Jagat, kuoso note anane wujud sarine pangangen - angen biso gumebyar sanaliko, netepi sampurnane Rogo Sejati kanggo nyukupi kabutuhan Kaluargane.
c. Sajroning mangan lan ngombe ono kadadeyan sake anane Amarah sifate Geni, sajrone urip kudu biso mapakake Santosane Urip, ora ambeg siyo marang liyan, biso dadi panunggule bebrayan, yo anane Sifat Gusti Kang Moho Suci kang asifat Kahar, mumpuni ing gawe mujudake ka-Wisesane Gelare Urip Pribadi kito marang ka-Santosane Urip Kaluargo.
d. Sajroning mangan lan ngombe ono wewujudan sake anane Supiyah sifate Angin, sajroning urip kudu biso mapakake dedeg urip pribadi kito kang unggul ing drajat, ora gampang keno owah gingsir ono sajrone gelare urip yo obah ¬musike jaman, yo anane Sifat Gusti Kang Moho Suci kang asifat Kamal, biso dadi Pepujine Urip ing Jagat Royo soko anggone biso Sampurno note Urip Kaluargane lan Urip Pribadi kito ono ing bebere Kitab Layang Kalimosodo.
e. Kumpule ope kang dipangan lan diombe mapakake anane Gondo, sumrambah ono sajrone Rogo nguripi anane Doyo - Roso, mujudake anane nungale niyat ono sajrone angen - angen ngrungkepi mantepe karep, biso wujud gumelar keturutan kang dadi panyuwunane, unggul drajat uripe. Ojo nganti keliru utowo kasemsem marang gumebyare ka-Elokane kekarepan, ben biso Mulyo Urip ing Dunyo Akhirate.
Ojo nganti kasemsem marang ka-Indahane wewujudan kang Elo,k asal soko Aluamah, Mutmainah, Amarah tan Supiyah ben ora keduwung ing tembe mburi. Sajatine mangan lan ngombe iku wewujudan awal nunggalake anane Jagat Royo marang Jagad Dumadi supoyo biso karoso Panguasane Jagad Royo ono sajrone Rogo, menowo teller kudu kalarasake marang Nafas netepi anane Geter, Gerak, Pangucap, lan Pangawasane Urip Pribadi kito nunggal nyawiji ono sajrone Urip Sejati.
A. Nafas ono ing (tanpo eling)
1. Wadug : Uripe Bumi, nguripi Aluamah anane Serakah.
2. Ginjel : Uripe Banyu, nguripi mutmainah anane Iri drengki.
3. Paru paru : Uripe Angin, nguripi Supiyah anane Sombong jumawa.
4. Jantung : Uripe Geni nguripi Amarah anane Sereng murko.
5. Ati : Uripe Watu, nguripi kang ngaku Jati Diri anane Pengkuh kaku .
B. Nafas lungguh mapan ing ( eling )
1. Wadug : Netepi eneng- ening mujudake sifat Dermo Sabar.
2. Ginjel : Netepi eneng-ening mujudake sifat Samudono sembarang gawe biso.
3. Paru paru : Netepi eneng-ening mujudake sifat Mengku Drip, Ngayomi.
4. Jantung : Netepi eneng-ening mujudake sifat Wiseso, Santoso Uripe.
5. Ati : Netepi eneng-ening mujudake sifat Kuoso, Sampurno nota Uripe.
Selengkapnya...